Khilafah: Negara Terbaik
Pada 28 Rajab
1342 H, Inggris lewat agennya Kamal at-Taturk menghan-curkan Khilafah
Islam. Institusi politik ini selama berabad-abad ada di tengah umat.
Institusi ini menyatukan umat Islam, menerapkan syariah Islam dan
menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Sekarang 1433 H, artinya 91 tahun
umat Islam tidak lagi memiliki institusi ini. Selama itu pula umat
Islam tidak menjalankan kewajiban penting dalam Islam, yaitu membaiat
khalifah. Padahal umat Islam hanya diberi toleransi kosong dari
kepemimpinan (Khilafah) selama 3 hari 3 malam. Tidak hanya itu, kewajiban menegakkan Khilafah ini merupakan perkara ma’lum[un] min ad-din bi dhorurah. Perkara ini sudah diketahui urgensinya. Para ulama dan semua imam mazhab sepakat tentang kewajibannya.
Secara politik sistem Khilafah didedikasikan untuk melayani kepentingan masyarakat. Sebab, hakikat dari politik Islam adalah ri’ayah su’un al-ummah (pengurusan urusan umat) yang didasarkan pada syariah Islam. Karena itu, penguasa dalam Islam bagaikan penggembala (ra’in) dan pelayan umat (khadim al-ummah).
Dalam
Islam penguasa hadir untuk menerapkan hukum-hukum Islam; memastikan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok setiap individu masyarakat seperti
pangan, sandang dan papan; menjamin pendidikan yang bermutu tinggi dan
kesehatan yang layak untuk masyarakat secara gratis; memastikan hukum
tegak dan keamaan rakyat terjaga.
Prinsip kedaulatan di tangan syariah akan
menjamin pelayanan masyarakat ini berjalan baik karena masyarakat
diurus berdasarkan syariah Islam. Kedaulatan syariah ini akan menutup
intervensi manusia untuk membuat kebijakan hukum maupun politik yang
didasarkan pada kepentingan kelompok, hawa nafsu, atau kekuatan
modalnya seperti dalam sistem demokrasi yang meletakkan kedaulatan di
tangan manusia.
Berbeda dengan sistem otoriter, sistem politik Islam memberikan kekuasaan kepada rakyat (ash-shultan li al-ummah).
Dengan hak kekuasaan ini, rakyat berhak memilik khalifah yang mereka
sukai tanpa ada paksaan. Rakyat pun berhak bahkan wajib mengkritik
Khalifah kalau menyimpang dari Islam. Islam pun memuliakan aktivitas
mengoreksi penguasa ini dengan sebutan sebaik-baik jihad (afdhal al-jihad) dan dengan julukan—jika pelakunya terbunuh—pemimpin para syahada (sayyid asy-syuhadaa).
Dalam
sistem politik ini rakyat diberi hak untuk berkumpul, berorganisasi dan
menyuarakan pendapat; tentu bukan atas dasar kebebasan (liberalisme),
namun berdasarkan hukum syariah. Sistem politik ini memberikan ruang
bagi perbedaan pendapat sejauh masih dalam koridor akidah Islam dan
hukum syariah. Karena itu, keberadaan mazhab-mazhab fikih yang berbeda
akan dijaga oleh negara. Negara tidak akan berpihak pada mazhab tertentu
atau mengadopsi mazhab. Sebab, Khilafah adalah negara bagi semua
rakyat, apa pun mazhabnya.
Penjaminan
hak-hak rakyat dalam Khilafah tampak dari keberadaan Majelis Umat.
Inilah tempat para wakil umat dan para tokoh masyarakat dari berbagai
kalangan (Muslim maupun non-Muslim) dari berbagai daerah berkumpul.
Namun, mereka berkumpul bukan untuk membuat hukum seperti dalam sistem
demokrasi, tetapi dalam rangka mengoreksi kebijakan penguasa. Majelis
Umat ini juga menjalankan fungsi musyawarah; pendapat-pendapat mereka
akan dijadikan masukan penting bagi Khalifah dalam menjalankan
kebijakannya.
Secara
ekonomi, kebijakan yang dijalankan Khilafah adalah memenuhi kebutuhan
pokok setiap individu rakyat (sandang, pangan dan papan). Rakyat
didorong untuk bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan itu semua. Kalau
belum terpenuhi, keluarganya wajib membantu. Kalau masih belum cukup,
negara akan turun tangan. Tidak boleh ada individu rakyat yang mati
kelaparan, atau hidup dalam kedingingan karena tidak memiliki pakaian
dan rumah.
Adapun
pendidikan dan kesehatan merupakan hak rakyat yang diperoleh secara
gratis. Gratis bukan berarti asal-asalan. Pendidikan sebagai hak rakyat
haruslah berkualitas. Kesehatan haruslah layak. Semua ini akan
menciptakan ketenangan bagai masyarakat sekaligus meringankan beban
ekonomi mereka karena rakyat akan fokus untuk berkerja untuk memenuhi
kebutuhan pokok. Ini berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis sekarang
saat beban ekonomi rakyat terbesar justru terjadi akibat pendidikan dan
kesehatan yang mahal.
Negara juga secara optimal menggunakan sumber-sumber
pendapatan yang ada untuk kepentingan rakyat. Kepemilikan umum berupa
barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah seperti emas, batu
bara,perak, timah, tembaga, gas atau minyak akan dikelola negara dengan dengan baik untuk kepentingan rakyat; tidak boleh diserahkan dan dimiliki oleh individu atau asing.
Dengan
cara ini, pendapatan negara akan lebih dari cukup untuk melayani dan
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan prinsip ini negara Khilafah akan
menghentikan penjajahan Kapitalisme yang merampok kekayaan kaum Muslim
atas nama investasi asing atau perdagangan bebas.
Meskipun
demikian, dalam Islam kepemilikan individu tetap diakui. Bahkan negara
Khilafah wajib memberikan jaminan bagi setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan sekunder. Dengan demikian sistem Islam tidak akan mematikan
etos kerja dari rakyatnya; ditambah dengan dorongan takwa, justru akan
lebih meningkat.
Negara
Khilafah juga merupakan negara hukum. Setiap vonis untuk menyelesaikan
persengkatan dan kejahatan harus melalui proses pengadilan. Hakim akan
menjatuhkan hukuman berdasarkan syariah Islam dengan proses pembuktian
dan saksi. Hukum dalam hal ini berlaku sama bagi siapa saja, rakyat atau
penguasa, yang kaya maupun yang miskin, Muslim ataupun non-Muslim.
Terkait
non-Muslim, negara menjamin tidak ada pemaksaan kepada mereka untuk
memeluk agama Islam. Mereka juga diberi jaminan untuk beribadah
berdasarkan keyakinan mereka, makan dan minum berdasarkan keyakinan
mereka, termasuk berpakaian. Namun, dalam masalah ‘uqubat
(sanksi hukum), muamalah (ekonomi, pendidikan, dll), hukum berlaku sama,
yaitu hukum Islam. Mereka juga mendapatkan hak-hak yang sama dengan
rakyat lainnya yang beragama Islam dalam jaminan kebutuhan pokok,
kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Sekian tahun telah berlalu, berbagai sistem politik telah dicoba diterapkan di tengah umat Islam. Ada
yang sosialis-komunis, ada model monarki, dan sebagai besar tentunya
adalah kapitalis sekular. Tidak ada perubahan nyata di tengah-tengah
umat. Semuanya telah gagal dalam segala aspek. Negeri Islam meskipun
kaya dan jumlahnya penduduk besar menjadi negeri-negeri yang penduduknya
miskin, tingkat pengangguran tinggi, terbelakang dalam sains dan
teknologi. Negeri-negeri Islam diduduki, dirampas, dipecah-belah dan
puluhan juta penduduknya menjadi korban.
Karena itu, sesungguhnya umat Islam tidak punya pilihan lain kecuali kembali pada sistem pemerintahan terbaik, yaitu Khilafah. [Farid Wadjdi]
Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/06/khilafah-negara-terbaik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar