Tempat berbagi
informasi, pemikiran,
kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan
dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,

pendidikan anak,
remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....

Selamat Berlayar..........

Selasa, 10 Desember 2013

AGAR ANAK LEBIH BERPRESTASI

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI
Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah


PERTANYAAN:
Assalamua'alaikum Wr. Wb.
Ustadzah bagaimana cara memotivasi anak agar lebih berprestasi? Mohon Ustadzah berkenan memberikan penjelasan atas pertanyaan di atas. Terimakasih

JAWABAN:
Memiliki anak berprestasi (secara akademis) memang seringkali membanggakan orangtua. Namun tidak jarang kita mendapati anak-anak kita justru menunjukkan hal yang sebaliknya (kurang/tidak berprestasi). Lalu apa yang harus kita (para pendidik, termasuk orang tua) lakukan?

1. Yang harus dipahami orang tua/para pendidik terlebih dahulu dalam menilai seorang anak ‘berprestasi’ atau tidak adalah apa definisi prestasi tersebut. Tidaklah disebut berprestasi itu jika hanya bermakna diraihnya nilai bagus dalam raport studi mereka. Atau terbatas pada nilai akademis mereka. Karena yang pertama, adalah sunnatullah, Allah menciptakan manusia itu tidak seragam dalam hal kemampuan penginderaan, kemampuan mengingat, kemampuan menalar dan memahami sesuatu. Mengukur dan menilai mereka yang secara sunnatullah berbeda-beda dengan ukuran yang sama dengan menafikan perbedaan yang mereka miliki adalah sesuatu yang tidak pada tempatnya (dlolim). Oleh karena itu kita mendapati adakalanya seorang anak lemah dalam kemampuan matematika, namun menonjol dalam kemampuan berbahasa. Adakalanya seorang anak kesulitan dalam berbahasa verbal, namun sangat jago menulis dan membuat karangan. Adakalanya seorang anak tidak istimewa dalam olah raga, namun sangat istimewa dalam menghapal, dan seterusnya. Yang kedua, Islam mengajarkan kita untuk tidak menilai hal-hal yang termasuk dalam wilayah qadha Allah yang tidak ada campur tangan manusia di sana. Termasuk dalam hal ini adalah melakukan penilaian ataupun kompetisi dalam hal tersebut. Misalnya, menilai manakah yang lebih dianggap ‘cantik’ seseorang berkulit hitam atau putih, berambut lurus atau kriwil, bermata sipit atau lebar, berhidung mancung atau pesek, dan sebagainya, karena bahkan Allah swt pun tidak akan melakukan hisab dalam hal tersebut. Jadi dalam hal ini kita sebagai orang tua tidak seharusnya merasa bangga ketika anak kita dianggap ‘berprestasi’ dalam hal yang sebenarnya tidak ada andil manusia di dalamnya. Seharusnya orang tua mengajarkan kepada anak untuk bersyukur kepada Allah swt atas segala kelebihan yang diberikan-Nya tersebut, dan bersabar jika sekiranya ada hal-hal yang kita kira merupakan kekurangan, dan hendaknya kita meyakini bahwa kelebihan ataupun kekurangan tersebut adalah keputusan terbaik yang diberikan Allah swt kepada kita. Yang ketiga, Islam mengajarkan kepada kita prestasi terbaik adalah menjadi hamba yang bertaqwa di sisi Allah swt. Allah berfirman: “Sesungguhnya sebaik-baik manusia diantara kalian di sisi Allah swt adalah yang paling bertaqwa.” Jadi berprestasi yang diajarkan oleh Islam adalah berdimensi tidak hanya di dunia ini, namun berimplikasi hingga di akhirat. Dikatakan berprestasi kalau kita berhasil menjadi seseorang yang selalu berusaha berjalan dalam ketaatan kepada Allah swt. Jadi dalam hal ini, yang dinilai adalah proses/usaha yang kita lakukan, dan bukan hasil akhirnya. Jadi seorang anak yang di raport nya bagus, namun ternyata nilai-nilainya didapat dengan cara yang curang bukanlah sebuah ‘prestasi’ yang selayaknya membuat kita bangga.

2. Dengan memperhatikan tiga hal di atas, maka kita mestinya menilai (prestasi) anak kita pada bagaimana usaha dan proses yang mereka lakukan agar berhasil menjalankan dan menyelesaikan kewajiban mereka sebaik-baiknya, dengan memperhatikan karakter, kelebihan dan kekurangan mereka dengan adil.

3. Berikutnya, merupakan tugas pendidik (termasuk orang tua) untuk membantu anak mengembangkan kelebihan mereka agar melejit hingga meraih hasil tertinggi yang bisa mereka upayakan, dan membantu anak mengatasi kekurangan mereka.

Setelah memahami prinsip-prinsip di atas, maka berikutnya kita bisa mengaplikasikannya kepada bagaimana upaya yang bisa kita lakukan agar anak kita bisa lebih berprestasi (secara akademis), adalah:

1. Bangun motivasi anak untuk berprestasi di sekolah
Bangunlah motivasi ini bersandarkan pada kesadaran bahwa mereka diciptakan Allah swt untuk beribadah kepada-Nya, dengan cara melaksanakan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya. Termasuk yang diperintahkan Allah Swt adalah kita harus menuntut ilmu. Dengan ilmu tersebut Allah swt akan memuliakan kita beberapa derajat lebih tinggi daripada mereka yang tidak memilikinya. Ilmu tersebut juga yang akan mereka butuhkan untuk bisa membangun masa depan mereka kelak. Inilah langkah awal yang perlu kita pahamkan kepada anak sehingga mereka mengerti mengapa harus sekolah, mengapa harus rajin sekolah, mengapa harus mengerjakan PR pada waktunya, mengapa harus mengulang pelajaran, dan sebagainya.


2. Bantu anak membangun dan memiliki kebiasaan-kebiasaan para pelajar teladan dan berprestasi, diantaranya:
a. Rajin membaca. Buku adalah jendela dunia. Jika ingin kaya wawasan maka bersahabatlah dengan buku. Membaca adalah salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan prestasi akademik seorang anak
b. Rajin menulis. Membiasakan menulis sejak dini membuat anak akan kaya terhadap kosakata. Selain itu menulis membantu anak menuangkan daya imajinasi dan kreativitas lewat kata-kata.
c. Mempersiapkan lebih awal. Poin ketiga ini sifatnya luas dan mencakup banyak hal. Misalnya saja menyelesaikan PR segera meskipun belum deadline pengumpulan, datang ke sekolah lebih awal. Selain menanamkan sifat disiplin, si anak nantinya mampu menjalankan kewajibannya dengan baik dan tidak terburu-buru dalam melakukan suatu hal.
d. Terbiasa berdiskusi dengan teman/orang lain. Mengemukakan ide, gagasan, pendapat, belajar menerima saran atau kritik adalah langkah awal agar si anak mempunyai kecakapan berbicara di depan umum. Jika tidak dibiasakan sejak dini, anak akan malu ketika harus menyampaikan idenya dan tidak berkembang.
e. Bertanya pada guru. Jika tidak mengerti soal mata pelajaran atau ada kesulitan, ajarilah anak agar berani bertanya pada guru atau orang tua.

3. Bantu anak untuk menemukan kelebihan mereka, dampingi serta fasilitasilah mereka untuk bisa melejitkannya. Sebaliknya, bantulah mereka juga untuk mengenali kekurangan mereka dan bagaimana cara mengatasinya. Misalnya, ketika kita dapati anak kita menonjol dalam matematika, maka bantulah melejitkannya dengan mengikutkan mereka pada kompetisi-kompetisi matematika yang akan merangsang mereka lebih bagus lagi dalam menguasai matematika tsb. Sebaliknya bagi anak-anak kita yang lemah dalam matematika tersebut, maka bantu dan dampingilah mereka untuk senantiasa rajin berlatih mengerjakan soal-soal matematika agar mereka bisa mengejar ketinggalan mereka.

4. Bangun mental juara pada diri mereka
Dengan membangun kepercayaan diri bahwa mereka mampu berprestasi. Bantu mereka memiliki mental untuk bisa dengan mantap melakukan hal hal yang dianggap susah dengan tenang dan penuh keyakinan. Semoga bermanfaat.[]

Jumat, 18 Oktober 2013

AGAR ANAK MENCINTAI AL QUR’AN

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI
Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah


PERTANYAAN:

Assalamua'alaikum Wr. Wb. Bagaimana caranya agar anak mencintai ilmu-ilmu al-Qur'an atau kandungan-kandungan yang terdapat dalam al-Qur'an. Sehingga anak tidak hanya sekedar bisa membaca bacaannya saja, tapi juga mengetahui isi kandungan al-Qur'an. Mohon Ustadzah berkenan memberikan penjelasan atas pertanyaan di atas. Terimakasih

JAWABAN:

Anak-anak adalah amanah, titipan dari Allah SWT, Sang Pemilik anak-anak kita. Setiap kita pasti menginginkan kebaikan dan kebahagiaan atas anak-anak kita. Semua orang tua pasti berharap anaknya menjadi anak yang saleh dan shalehah; anak yang berbakti kepada Allah, dan Rasul-Nya serta kedua orang tuanya.  Dan salah satu cara terpenting untuk menuntun dan mengajarinya adalah dengan memperkenalkan Al- Qur’an. Dengan mendidiknya membaca dan menulis Al-Qur’an sejak masa anak-anak, baik dirumah maupun disekolah, anak bisa memahami makna dan kadungan Al-Qur’an serta  mengarahkan mereka kepada keyakinan bahwa Allah adalah Rabb mereka dan Al Quran merupakan firmanNya. Hingga mereka akhirnya mencintai Al-Qur’an. Jika anak telah mencintai Al-Qur’an sejak dini, maka kecintaan itu akan mengantarkannya pada  kecintaan untuk membaca, mempelajari, menghafalkan hingga mengamalkannya.
Rosulullah SAW telah menyampaikan kepada kita pentingnya belajar dan mengajarkan Al Qur’an. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash, beliau SAW bersabda:

خِيَا رُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْاَنَ وَ عَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
At-tabrani meriwayatkan dari Ali ra bahwa Nabi SAW bersabda, “Didiklah anak-anak kamu pada tiga hal: mencintai Nabimu, mencintai keluarganya, dan membaca Al-quran. Sebab orang-orang yang ahli Al-qur’an itu berada di lindungan singgasana Allah pada hari tiada perlindungan kecuali perlindunganNya beserta para NabiNya dan orang-orang yang suci.”

Menanamkan rasa cinta anak terhadap Al-Qur’an pertama kali harus dilakukan di dalam keluarga. Diantara metode dan prinsip yang bisa kita gunakan adalah:

1. Keteladanan. Jika kita menginginkan anak mencintai Al-Qur’an, maka jadikanlah keluarga kita sebagai suri teladan yang baik dalam cara berinteraksi dengan Al-Qur’an, terbiasa membacanya, terbiasa menjadikannya sebagai rujukan dalam setiap ajaran kita, kecintaan kita kepada Al qur’an yang terlihat dari istiqomahnya kita membaca dan mempelajarinya, hingga keteladanan dalam cara memuliakannya, diharapkan hal tersebut akan merasuk ke dalam alam bawah sadar anak kita bahwa Al-Qur’an (termasuk mushafnya) adalah sesuatu yang agung, suci, mulia, penting untuk dihormati, dimuliakan, dipelajari, dipahami dan diamalkan.

2. Sering memperdengarkan Al-Qur’an di rumah dengan suara merdu dan syahdu, yang menyenangkan bagi pendengaran anak.

3. Bercerita kepada anak dengan kisah-kisah yang diambil dari Al-Qur’an. Seperti kisah tentara gajah yang menghancurkan Ka’bah, kisah perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir, kisah Qarun, kisah nabi Sulaiman bersama ratu Bilqis dan burung Hud-hud, kisah Ashabul Kahfi,dan lain-lain dengan menunjukkan bahwa kisah-kisah tersebut adalah kisah yang terdapat di dalam Al Qur’an. Sehingga rasa cinta anak terhadap cerita-cerita itu dengan sendirinya akan terikat dengan rasa cintanya pada Al-Qur’an.

4. Sabar dalam menghadapi anak ketika mengajarkan anak tentang Al Qur’an. Misalnya ketika anak belum bersedia menghafal pada usia ini, maka kita harus menangguhkannya sampai anak benar-benar siap. Namun kita harus selalu mencoba mendekatkannya dengan Al Qur’an, misal dengan senantiasa memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepadanya.

5. Menggunakan metode pemberian penghargaan untuk memotivasi anak. Misalnya jika anak telah menyelesaikan satu surat kita ajak ia untuk jalan-jalan/rekreasi, atau dengan menggunakan lembaran prestasi/piagam penghargaan, sehingga anak akan semakin terdorong untuk mempelajari dan menghafal Al-Qur’an.

6. Menyampaikan keutamaan-keutamaan mempelajari, memahami, menghafalkan dan mengamalkan Al qur’an. Misalkan sebelum menyuruh anak memulai menghafal Al-Quran, kita katakan kepada mereka, “Al-Qur’an adalah kitab Allah yang mulia, orang yang mau menjaganya, maka Allah akan menjaga orang itu. Orang yang mau berpegang teguh kepadanya, maka akan mendapat pertolongan dari Allah. Kitab ini akan menjadikan hati seseorang baik dan berperilaku mulia.”

7. Menggunakan sarana belajar yang inovatif. Hal ini disesuaikan dengan kecenderungan cara belajar dan tipe si anak. Misalnya bagi anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik melalui pendengarannya, dapat menggunakan sarana berupa kaset, atau program penghafal Al-Qur’an digital, agar anak bisa mempergunakannya kapan saja, serta sering memperdengarkan kepadanya bacaan Al-Qur’an dengan lantunan yang merdu dan indah. Bagi anak yang peka terhadap sentuhan, memberikannya Al-Qur’an yang cantik dan terlihat indah saat di bawanya, sehingga ia akan suka membacanya. Bagi anak yang cenderung visual, maka bisa mengajarkannya melalui video, komputer, layar proyektor, melalui papan tulis, dan lain-lain yang menarik perhatiannya.

8. Memilih waktu yang tepat untuk belajar ataupun menghafal Al-Qur’an. Hal ini sangat penting, karena kita tak boleh menganggap anak seperti alat yang dapat dimainkan kapan saja, serta melupakan kebutuhan anak itu sendiri. Karena ketika kita terlalu memaksa anak dan sering menekannya dapat menimbulkan kebencian di hati anak. Oleh karena itu, jika kita ingin menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an di hati anak, maka kita harus memilih waktu yang tepat untuk mengajarkan anak berinteraksi dengan Al-Qur’an. Diantara waktu yang tidak tepat adalah: Setelah lama begadang/kurang tidur, setelah melakukan aktivitas fisik yang cukup berat, kekenyangan setelah makan, jadwal yang direncanakan anak untuk bermain, atau ketika anak dalam kondisi psikologi yang kurang nyaman misalnya ketika anak marah terhadap orang tua, hal ini agar anak tak membenci Al-Qur’an disebabkan perselisihan dengan orangtuanya. Semoga bermanfaat.[]

TERMASUK INTELEKTUAL (MUSLIM) YANG MANAKAH KITA?



Sebagai bagian dari masyarakat, Kaum intelektual sangat berperan dalam menciptakan baik dan buruknya masyarakat. Kiprahnya tidak dibatasi oleh kotak kepakaran/keahliannya saja.

Dengan kelebihan daya nalar, pemahaman, ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya, Kaum intelektual yang 'lurus' akan melibatkan dirinya dalam pengaturan urusan masyarakat; baik dengan memberikan konsep-konsep pemecahan problematika masyarakat yang dia temukan, maupun dengan kekritisan  dan koreksinya terhadap kebijakan penguasa yang tidak tepat. Bukan malah sebaliknya, menjual diri dan keilmuannya untuk menjadi penjaga dan pemberi stempel ilmiah bagi kebijakan-kebijakan penguasa yang merusak dan merugikan masyarakat, hanya demi keuntungan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.

Ingatlah nasehat dari Imam Ghazali berikut ini:

“Dulu TRADISI orang-orang berilmu adalah MENGOREKSI dan MENJAGA penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun membekas dihati. Namun, sekarang terdapat penguasa yang zhalim namun ORANG-ORANG BERILMU hanya DIAM. Andaikan mereka bicara, pernyataannya BERBEDA dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan orang-orang berilmu. Adapun kerusakan orang-orang berilmu akibat DIGENGGAM CINTA HARTA & JABATAN. Siapapun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar” (Imam Ghazali)

CIRI INTELEKTUAL MUSLIM SEJATI

RENUNGAN UNTUK INTELEKTUAL 2 (lanjutan status sebelumnya)

Dari penjelasan yang diberikan Al Qur'an tentang Ulul Albab yang sudah kita bahas sebelumnya, bisa kita pahami CIRI INTELEKTUAL MUSLIM SEJATI:


1. Memiliki kepakaran/keahlian tertentu sesuai dengan bidang ilmu yang dikuasainya, Namun TIDAK membatasi pemikirannya pada satu kebidangan/kepakaran tertentu saja. karena sebagai intelektual, dia akan senantiasa membuka diri untuk 'membaca', berfikir & mengkaji apapun realita di hadapannya.

2. Dengan ketinggian penginderaan, kemampuan berfikir & analisisnya --> dia akan Menjadi org yang lebih dulu paham realita kehidupan yang ada di tengah-tengah masyarakat (apa saja kompleksitas problematika yang dihadapi, berikut akar persoalannya) --> itulah mengapa seorang intelektual sejati TIDAK MUNGKIN berprofil 'autis' (baca: hidup di dunianya sendiri, atau dalam kotak kebidangan/keilmuannya saja), tidak pula a-politis (baca: tidak mau tahu/terlibat dalam pengelolaan urusan masyarakat). Bahkan sebaliknya, dia akan menjadi pioneer & leader bagi upaya mewujudkan solusi problematika masyarakat yang sudah dia pahami apa akar masalah & solusinya.

3. Memahami ideologi Islam sebagai sumber solusi, sekaligus senantiasa menjadi sumber mata air tsaqofahnya untuk menyelesaikan semua jenis problematika masyarakat. --> inilah ciri khas dari seorang INTELEKTUAL MUSLIM yang membedakannya dari intelektual yang lain. Solusi yang ditawarkannya tidak akan bersifat praktis dan pragmatis saja, namun senantiasa ideologis. Tidak mungkin dia mencampakkan Ideologi yang sudah dia temukan dan dia yakini (melalui sebuah proses 'sadar' & BUKAN KEBETULAN) bahwa ideologi itulah jalan hidup terbaik yang dipilihnya.

Menuju #JICMI2013 (Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals) —

Rabu, 28 Agustus 2013

SIAPAKAH INTELEKTUAL (SEJATI) ITU?






Apakah seseorang yang memiliki gelar/keahlian/kepakaran akademik tertentu serta merta menjadikannya sebagai seorang intelektual sejati atau ulul albab dalam Islam?

Seseorang yang berkompeten/menguasai suatu bidang ilmu tertentu dan memiliki gelar akademik tertentu TIDAKLAH selalu tergolong sebagai INTELEKTUAL (mufakkir). Mufakkir atau intelektual (sejati) yang oleh Al Qur'an disebut juga dengan julukan ULUL ALBAB adalah mereka yang memiliki karakter dan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Bersegera menyambut seruan iman dan kebenaran, menjadikannya sebagai dasar bersungguh-sungguhnya dirinya mencari ilmu dan memikirkan ciptaan Allah (ketika melakukan penelitian/riset, dan lain sebagainya) (QS 3:190-194). Aqidah Islam adalah sumber/mata air tsaqofahnya. Sehingga para intelektual sejati itu tidak akan pernah menjadi sekuler (memisahkan agama) dengan keilmuan yang dikuasainya.

2) Senantiasa bertaqwa dimanapun dia berada, sehingga dia bisa melihat dengan jelas mana yang buruk (salah) dari yang baik (benar), sekalipun kejelekan itu sepertinya menakjubkan banyak orang (QS 5:100). Ketinggian kemampuan penginderaan dan pemikiran yang diberikan Allah swt kepadanya, akan membuatnya menjadi pioneer dalam menemukan kebenaran itu dan memperjuangkannya.

3) Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, preposisi atau dalil yang dikemukan oleh orang lain, lalu hanya mengambil/mengikuti apa yang paling baik diantaranya (QS 39:18). Mereka bukanlah orang-orang yang (mudah) terbeli, hingga menukar kebenaran yang dipahaminya (ayat-ayat Allah swt) dengan harga yang murah semacam penghargaan, publikasi, harta, kedudukan.

4) Senantiasa menyampaikan ilmunya untuk memberi peringatan dan memperbaiki masyarakatnya (QS 14:52). Mereka senantiasa hidup bersama masyarakatnya, merasakan apa yang menjadi persoalan di tengah masyarakat, dan terlibat dalam upaya penyelesaian problematika tersebut. Mereka bukanlah orang-orang yang asyik hidup di dunia (kotak kebidangan) nya saja, hingga membuatnya terpisah dari masyarakatnya. Karya-karya/pemikirannya korelatif dan solutif bagi permasalahan masyarakat. Itulah capaian yang ingin diraihnya, dan bukan semata rekognisi untuk kepuasan pribadi.

5) Memiliki rasa takut yang besar kepada Allah, sehingga membuatnya tidak memiliki rasa takut pada apapun/siapapun dalam rangka mentaati-Nya ataupun menyampaikan kebenaran-Nya. (QS 65:10). Sehingga tampilannya adalah sebagai sosok pejuang Islam yang hanif dan militan (tidak mudah menyerah).

Sabtu, 20 Juli 2013

MENGAJARI ANAK MAKNA HARI RAYA

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI 

Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah


PERTANYAAN:

Ustadzah, apa makna yang bisa diambil dan diajarkan kepada anak tentang hari raya? (Ibu Sri Wahyuni, Sidoarjo)

JAWABAN:
Bagi anak-anak, hari raya memang seringkali dikaitkan dengan momentum sukaria dan kegembiraan. Banyak makanan, kue enak, baju baru, jalan-jalan, dan mendapat salam tempel, adalah gambaran tentang lebaran atau hari raya di pikiran polos bocah-bocah tersebut. Bagaimana mengajarkan anak-anak kita makna Lebaran sesungguhnya? Apa saja pelajaran yang bisa kita berikan kepada anak-anak kita melalui momentum hari raya?

Tradisi 1: Suasana penuh kegembiraan. Bergembira di hari raya adalah suatu hal yang wajar dan memang seharusnya. Sebagaimana yang disampaikan Rasul SAW bahwa bagi orang berpuasa akan mendapatkan 2 kegembiraan; yang pertama adalah ketika dia berbuka (termasuk berhari raya setelah selama Ramadhan berpuasa), dan yang kedua adalah ketika dia menemui tuhannya (karena mendapatkan keridloan dan balasan kenikmatan dari Allah SWT). Jadi menciptakan hal-hal yang bisa membuat suasana gembira bisa dirasakan oleh semua, adalah hal yang diperbolehkan dan tidak masalah. Hanya saja pelajaran yang bisa kita berikan kepada anak-anak kita adalah pada apa yang sebenarnya membuat kita gembira. Kita bergembira karena telah berhasil melakukan ketaatan kepada Allah SWT (menyempurnakan puasa Ramadhan) dengan segenap usaha kita dalam menghadapi tantangan ataupun kesulitan apapun ketika menjalankan ketaatan tersebut.Kita juga bergembira karena kelak kita akan mendapatkan kenikmatan dan Ridlo dari Allah SWT sebagaimana yang Dia janjikan. Dan sebagai bentuk rasa syukur kita, maka kemudian kita berbagi dengan orang lain agar juga merasakan kegembiraan kita tersebut dengan menyediakan suguhan berupa makanan yang enak, berbagi hadiah, dan sejenisnya, agar orang lain tersebut juga menyebut Allah SWT dengan penuh kesyukuran atas segala nikmat-Nya. Namun kalau selama Ramadhan kita tidak melakukan puasa dan ketaatan pada perintah Allah SWT lainnya, maka sebenarnya kegembiraan tersebut adalah hal yang ‘semu’ atau tampilan luar saja. Bagaimana kita bisa bergembira sementara kita tahu bahwa kita akan menghadapi kemurkaan dan adzab dari Allah SWT karena telah melakukan kemaksiatan kepada Allah SWT?! Jadi tekankan pada anak untuk melakukan ketaatan, maka kita pasti akan merasakan kegembiraan yang sesungguhnya.

Tradisi 2: Baju Baru. Sebuah pepatah mengatakan “Hari raya bukanlah bagi mereka yang memakai baju baru, namun hari raya hakikatnya adalah bagi mereka yang ketaatannya bertambah”. Baju baru bisa menjadi simbol ke 'baru'-an atau bersih. Namun, tak berarti tanpa baju baru kita tidak bisa berhari raya. Harus diakui, terkadang stimulus dari orang tua maupun lingkunganlah yang membentuk anak terbiasa harus berhari raya dengan baju baru. Misal, orangtua selalu membiasakan membeli baju baru, tanpa memberikan pengertian. Atau anak melihat dari lingkungan, dimana tetangga atau masyarakat yang biasa membeli baju baru saat Lebaran. Pembiasaan inilah yang pada akhirnya membentuk pandangan atau persepsi bahwa Lebaran identik dengan baju baru. Agar anak tidak salah memahami, ada baiknya orangtua memberi contoh dengan tidak memakai baju baru saat hari Lebaran. Pakailah baju yang masih pantas dan bersih untuk shalat dan silaturahmi. Dengan keteladanan tersebut, sangat memungkinkan, anak akan bertingkah laku sama seperti orangtua; tidak menjadikan baju baru sebagai hal utama dalam berhari raya.

Tradisi 3: Angpau atau salam tempel. Sebenarnya filosofi pemberian angpau adalah berbagi kebahagiaan dengan menunjukkan atau berbagi kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada kita. Akan lebih baik lagi, jika uang tersebut dibagikan kepada mereka yang tidak mampu, agar dapat merasakan kegembiraan Lebaran. Libatkan si kecil saat kita menyisihkan angpau untuk dibagi-bagikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Dengan begitu, si kecil akan memaknai Lebaran sebagai momen memberi kebahagiaan kepada orang lain atau berbagi. Bukan malah menganggap bahwa Lebaran adalah saat untuk ‘jajan’ banyak karena mendapat uang berlebih dari sanak saudara. Perlu diingat, berbagi kebahagiaan pada anak sebenarnya tidak harus dilakukan dengan memberikan uang. Bisa dengan memberikan hadiah bermanfaat yang menjadi ‘impian’nya sebagai sebuah reward/penghargaan atas usaha anak untuk melakukan ketaatan selama ramadhan. Artinya, sebenarnya tradisi pemberian angpau atau berbagi boleh-boleh saja asal disesuaikan dengan kemampuan, tidak dipaksakan dan filosofinya dipahami oleh anak-anak kita.

Tradisi 4: Mudik. Pulang kampung untuk merayakan lebaran juga menjadi tradisi. Ada baiknya memberikan pemahaman kepada anak esensi di balik mudik ini. Katakan kepada anak bahwa bertemu sanak saudara bukan tanpa maksud, bukan sekadar berkumpul untuk bersenang-senang. Lebih daripada itu adalah untuk menjalin silaturahmi. Juga merupakan momen tepat untuk memperkenalkan dan menjalin kedekatan dengan sebagian besar anggota keluarga yang selama ini mungkin masih belum dikenal oleh anak. Bagi kita yang kebetulan ”kaum urban”, ini persoalan yang sangat perlu mendapatkan perhatian khusus. Jangan sampai anak kita hanya tahu, tapi tidak memiliki kedekatan emosi dengan keluarga lain karena kita tidak pernah memfasilitasinya. Dengan begitu, perlahan-lahan, anak akan mengerti bahwa hari raya adalah kesempatan yang baik untuk menyambung tali silaturahmi dan saling memaafkan. Kita bisa menambahkan penjelasan Islam mengenai rahasia di balik silaturahmi yang mudah ditangkap oleh anak, misalnya orang yang membiasakan silaturahmi akan dipanjangkan umurnya atau akan dibukakan pintu rejeki yang lebih banyak atau juga akan diberikan berbagai kebaikan dalam hidup.

Tradisi 5: Saling maaf-memaafkan. Pada saat lebaran, anak kita melihat secara langsung betapa semarak dan semangatnya orang-orang di sekelilingnya untuk saling meminta dan memberi maaf. Realita tersebut bisa menjadi kesempatan yang bagus untuk menjelaskan mengenai pentingnya berjiwa besar untuk bisa memaafkan orang lain atau meminta maaf atas segala kesalahan yang kita lakukan.Pada saat anak berlebaran di kampung atau bersama keluarga besar, sangat mungkin di sana terjadi gesekan antara anak kita dengan anak lain. Maka pada saat gesekan tersebut muncul, ini juga momen yang bagus untuk mengajarkan kebiasaan saling memaafkan ini.Yang perlu ditekankan bahwa meminta maaf dan memberi maaf, sebenarnya harus kita lakukan kapanpun dan tidak harus menunggu momen hari raya.

Pelajaran lain yang bisa kita lakukan selama momen hari raya, adalah menanamkan kemandirian pada anak. Jika selama ini ada pembantu di rumah yang mengerjakan pekerjaan rumah, kini saatnya mengajarkan pada anak membagi pekerjaan tersebut dengan seluruh anggota keluarga, agar mereka juga belajar mandiri. Semoga bermanfaat.[]

Rabu, 22 Mei 2013

MENGAJAR ANAK BERPUASA

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI 

Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah


PERTANYAAN:

Bagaimana caranya memberikan motivasi kepada anak agar ibadah puasa itu menjadi ibadah yang menyenangkan bagi anak. Tanpa harus menyuruh anak berpuasa dengan cara memaksa? (Jamaah Wisata Hati)


JAWABAN:

Kami sangat senang sekali mendapat pertanyaan seperti ini, karena hal ini menunjukkan adanya perhatian orang tua yang sangat besar kepada anak-anak dan pendidikan untuk taat kepada Allah SWT.

Puasa bagi anak menurut ahli kesehatan, dapat mulai diajarkan/dikenalkan sejak anak berusia 4 tahun. Dimana pada usia tersebut biasanya anak sudah mulai mapan pola makannya, mulai mandiri dan relatif siap dengan proses pembelajaran tertentu. Sebaliknya, sebelum usia 4 tahun sebaiknya kita tidak terburu-buru mengajarkan praktek puasa karena proses tumbuh kembang anak itu sendiri yang memang memiliki percepatan lebih besar dan membutuhkan asupan makanan yang cukup, sementara seringkali pada usia tersebut kita juga masih melakukan proses pengenalan pola makan pada anak.

Harus juga dipahami bahwa anak-anak yang belum aqil baligh bukanlah termasuk mukallaf (terkenan beban kewajiban) menurut syara. Akan tetapi Allah Ta’ala membebani kedua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam beribadah, termasuk dalam menjalankan puasa ini. Para shahabat yang mulia radhiallahu anhum mengajarkan puasa kepada anak-anaknya sewaktu kecil untuk membiasakan dalam ketaatan yang agung ini. Dari Rabi binti Mu’awwid radhiallahu anha, dia berkata:

أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ : مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ) ، فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ (رواه البخاري، رقم 1960 ومسلم، رقم 1136)

‘Rasulullah SAW mengirim utusannya pada siang hari Asyuro (10 Muharam) ke desa-desa kaum Anshar di sekitar Madinah untuk mengumumkan, ‘Barangsiapa telah berpuasa sejak pagi hari, hendaklah dia menyempurnakan puasanya. Barangsiapa yang pagi harinya berbuka, maka hendaknya puasa pada sisa harinya.’ Maka setelah itu kita berpuasa, dan kami membiasakan anak-anak kecil kami untuk berpuasa insyaallah. Kami pergi ke masjid, lalu kami buatkan untuk mereka (anak-anak) mainan dari kapas yang berwarna. Kalau salah satu diantara mereka menangis karena (kelaparan). Kami berikan kepadanya (mainan tersebut) sampai berbuka puasa." (HR. Bukhori, 1960 dan Muslim, 1136.)

Dalam mengajarkan puasa pada anak, juga harus diingat untuk mengajarkannya secara bertahap dan jangan tiba-tiba. Bertahap disini maksudnya jangan langsung diajak puasa penuh selama kurang lebih 12 jam. Tapi bisa bertahap disesuaikan dengan kemampuan dari si anak. Yang lebih penting selalu dijelaskan bahwa saat itu dia sedang belajar berpuasa sesuai ajaran Islam.

Terkait dengan metode pembiasaan anak-anak untuk berpuasa, beberapa hal-hal berikut ini hendaklah diperhatikan:

1. Menjelaskan keutamaan puasa kepada mereka, bahwa hal itu termasuk amal shalih yang bisa menjadi sebab seseorang mendapatkan keridloan dari Allah SWT dan masuk surga melalui pintu khusus yang dinamakan Ar-Rayyan, dimana hanya orang-orang yang berpuasa saja yang bisa memasukinya.

2. Membiasakan sebelumnya untuk berpuasa seperti puasa beberapa hari di bulan Sya’ban agar tidak kaget dengan puasa di bulan Ramadan.

3. Tetap menjelaskan pada anak bahwa puasa itu seharusnya dari shubuh sampai maghrib, akan tetapi bagi mereka (anak-anak) yang belum mampu, mereka statusnya masih belajar berpuasa. Jadi boleh diberi semacam kesempatan berbuka pada waktu dluhur, ashar dan menambahi waktunya sedikit demi sedikit hingga mampu menyempurnakan hingga maghrib.

4. Mengakhirkan sahur sampai di akhir malam, karena hal itu akan membantu puasa mereka di siang hari.

5. Menawarkan dan menyemangati mereka dengan menu berbuka puasa yang menjadi makanan kesukaan mereka, kue-kue, buah-buahan ataupun minuman tertentu yang mereka inginkan.

6. Menyemangati mereka berpuasa dengan memberi hadiah yang mereka idamkan untuk setiap usaha terbaik mereka menyempurnakan puasa di akhir bulan ramadhan/pada saat Idul fitri.

7. Menyanjung mereka di depan keluarga sewaktu berbuka dan ketika sahur. Hal itu dapat menaikkan semangat spiritualnya.

8. Mendorong semangat berlomba-lomba apabila dia mempunyai banyak anak, tanpa harus mencela yang tertinggal.

9. Melalaikan rasa lapar dengan tidur atau dengan mainan mubah yang tidak memerlukan tenaga. Sebagaimana para shahabat yang mulia melakukan terhadap anak-anaknya. Kita juga bisa mencarikan kegiatan ataupun program belajar dan bermain anak-anak yang tepat, semacam mengerjakan busy book, kelas-kelas berkisah Islami untuk anak, atau mainan dan kegiatan yang dapat menyibukkan mereka.

10. Perlu diperhatikan kalau sekiranya anak-anak merasakan keletihan yang sangat, jangan dipaksa untuk menyempurnakan puasanya. Hal itu agar tidak menjadikan sebab mereka benci beribadah, atau menjadi sebab mereka berbohong atau timbulnya bahaya bagi sang anak. Karena pada dasarnya, mereka belum termasuk mukallaf (terkena beban kewajiban).

Wallahu a’lam bish Showab. Semoga bermanfaat. []


Selasa, 30 April 2013

Agar Anak Semangat Belajar

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI
Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah

PERTANYAAN:
Bagaimana trik/kiat-kiat agar anak semangat dalam belajar? (Jamaah Wisata Hati)

JAWABAN:
Sebenarnya kehidupan alami kita sebagai manusia adalah seorang pembelajar. Demikian pula dengan anak-anak kita. Sayangnya, dalam perjalanan hidup kita atau anak-anak kita mungkin kita diberikan dan memberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu menjadi tidak menyenangkan. Misalnya, ketika anak kita bayi dan ia ingin memasukkan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya. Maka yang kebanyakan kita lakukan adalah berkata “eh…jangan itu kotor, ngga boleh” sambil mungkin menarik semua benda tersebut. Padahal tanpa kita sadari sebenarnya yang dilakukannya itu adalah perilaku dasar seorang anak belajar. Kemudian ketika sang anak mulai berjalan, dan keingintahuannya menjadi lebih banyak tentang lingkungan sekitar, maka semakin banyak larangan yang kita keluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.

Yang harus kita sadari sebagai orang tua, adalah bahwa pendidikan yang kita lakukan pada anak haruslah berbasis usia dan tumbuh kembang anak. Anak memiliki fase dan level kemampuan berpikir yang berbeda pada tiap fase tumbuh kembangnya. Anak usia dini, berbeda dengan usia tamyiz, berbeda pula dengan usia pra baligh dan baligh. Pendekatan metode pembelajaran yang kita pake pada mereka pun berbeda. Stimulasi pendengaran hendaklah dilakukan lebih awal daripada stimulasi penglihatan sebagaimana perkembangan kemampuan melihat anak yang dimilikinya lebih dulu dibanding kemampuan melihatnya, misalnya.

Maka ketika anak ada pada fase usia dini, yang baru memiliki kemampuan berfikir emosional (sebagai hasil pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri yang dirasakannya, dan bukan kemampuan berfikir rasional), masih baru bisa memahami hal-hal yang konkrit dan bukan abstrak, maka proses belajar yang kita berikan haruslah proses belajar yang menyenangkan (dengan bermain), membangun identitas positif dirinya sebagai anak yang sholeh, sehat, hebat, dsb, dan belum saatnya untuk kita paksa memahami simbol-simbol (huruf dan angka) yang abstrak, memaksanya untuk melihat buku dan duduk manis. Stimulasi pendengaran bisa kita lakukan bahkan dengan anak tetap asyik dalam permainannya. Ada baiknya fase tersebut tidak ditukar ataupun secara terburu-buru kita percepat.

Maka misalnya saat anak kita ada pada usia dini tersebut, sebenarnya keperluan belajar mereka adalah lebih kepada bagaimana agar mereka mengenali semua potensi panca inderanya, melatih panca inderanya untuk terbiasa mengenali rangsangan hingga kemampuan paling optimalnya, memperbanyak perbendaharaan kosakatanya dengan ketrampilan mendengarnya, mengasah  dan melejitkan kemampuan berbahasanya, bersosialisasi, mengenal tata krama, nilai-nilai keutamaan (sopan santun) dan mengenal aturan bagaimana kehidupan berlangsung, melalui permainan bersama teman-teman mereka, jangan paksakan pada anak seusia mereka untuk harus duduk manis di atas meja, mendengarkan gurunya menjelaskan pelajaran, ataupun dipaksa mengikuti les pelajaran tambahan. Bantulah mereka memiliki kesiapan untuk fase belajar lebih 'disiplin' berikutnya yang biasanya mulai dimiliki anak pada usia 7 tahun. Fase dimana kita boleh mulai 'menawan' mereka dalam kedisiplinan dalam proses pendidikan mereka.

Berikutnya, selain memperhatikan usia, tahap tumbuh kembang dan kesiapan anak, ketika anak  kita sedang belajar berikanlah pengalaman yang menyenangkan dan bukan yang menyakitkan seperti mencubit atau memarahinya ketika salah membaca atau menulis. Karena pengalaman semacam ini akan masuk dalam alam bawah sadarnya bahwa belajar itu “siksaan”, menyakitkan, dan tidak menyenangkan. 

Sebaliknya, buatlah suasana belajar itu senyaman dan semenyenangkan mungkin bagi anak untuk menerima pelajaran. Jangan paksakan anak belajar ketika fisiknya terlalu lelah, sebaiknya bantulah mereka mengatur jadwal keseharian mereka (kapan waktunya bermain, beristirahat dan belajar) sehingga kondisi fisik mereka ketika memulai belajar adalah kondisi fisik yang segar dan prima. 

Hal berikutnya, kenalilah tipe belajar anak kita sehingga kita bisa membantu mereka belajar dengan optimal dengan cara yang paling sesuai dengan mereka. Ada 3 tipe dasar dalam belajar:
1. Visual : tipe pebelajar dengan menggunakan daya tangkap mata sebagai alat belajar yang dominan. Sehingga tipe pebelajar ini lebih efektif dengan menggunakan gambar-gambar atau bentuk-bentuk yang secara visual bisa dirasakan.
2. Auditori : tipe pebelajar dengan menggunakan daya pendengarannya sebagai alat belajar yang dominan. Kalau pebelajar tipe ini lebih cenderung bisa lebih menerima materi melalui suara.
3. Kinestetik : tipe pebelajar melalui praktek langsung. Anak yang memiliki tipe kinestetik inilah, seringkali perlu adanya permainan atau hal lain sebagai sarana pembelajaran mereka.
Tipe-tipe belajar ini sendiri tidak kemudian secara mutlak terpisah satu sama lain. Adakalanya seorang anak adalah pebelajar dengan tipe auditori sekaligus visual misalnya. Hanya biasanya selalu ada yang lebih dominan. Kita bisa melihatnya dari cara belajar yang mana yang paling nyaman dan memudahkan anak kita memahami pelajaran dengan lebih cepat dan optimal. Maka bagi anak dengan tipe kinestetik, dipaksa untuk bisa duduk manis, khusyu’ dan konsentrasi dalam waktu yang cukup panjang adalah sesuatu yang sangat ‘sulit’ dan dirasakan ‘menyiksa’ mereka. Sebaliknya, cara belajar yang paling ’nyaman’ dan cepat untuk mereka justru adalah cara belajar yang mengakomodasi ’ketidakbisadiaman’ mereka. Misalnya belajar membaca dengan dikemas seperti bermain tebak-tebakan menunjuk tulisan yang dimaksud dengan diberi batas waktu. Kalau berhasil menjawab diberi skor, kalau tidak berhasil maka nilainya tidak bertambah, dsb. 

Bisa juga kita bantu memberikan sugesti bahwa belajar itu menyenangkan dengan teknik Hypnosleeping, dengan mengatakan ketika anak menjelang tertidur atau terbangun kalimat-kalimat seperti “semakin hari, belajar semakin menyenangkan”, “belajar itu sangat menyenangkan seperti bermain”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”. Sering-seringlah mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa untuk meningkatkan harga diri anak kita. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal yang cepat. 

Ketika anak sudah lebih besar, menjelaskan tentang keutamaan aktivitas belajar dan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari juga akan membuat anak menyenangi pelajaran tersebut. Misal:  Bahwa orang yang berilmu itu dijanjikan Allah swt kedudukan yang lebih mulia daripada mereka yang beriman saja. Atau bahwa dengan mempelajari perkalian, maka saat ikut ibu belanja nanti anak kita bisa menghitung berapa harga barang yang akan dia beli, dan lain sebagainya. Anda bisa mengembangkan tips-tips lainnya sendiri, yang jelas, bantu anak untuk bisa menyadari bahwa belajar adalah ‘kebutuhan’ mereka dengan cara yang memudahkan dan menyenangkan bagi mereka. Semoga bermanfaat. []

Kamis, 18 April 2013

Membantu Anak Memulai Sekolah

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI
Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah

PERTANYAAN:
Bagaimana caranya memberikan dorongan kepada anak agar memiliki kekuatan mental/keberanian untuk memulai masuk sekolah? (Jamaah Wisata Hati)


JAWABAN:
Bagi anak-anak yang pertama kali masuk sekolah baik itu TK maupun SD, kadangkala kita temukan fenomena anak-anak yang semangat dan senang ketika hendak berangkat dari rumah, namun banyak yang menangis dan minta pulang ke rumah. Ada juga fenomena lainnya, anak yang maju mundur keberaniannya untuk memulai sekolah.

Memasuki lingkungan baru (sekolah) memang bukanlah hal yang mudah bagi anak.  Banyak hal yang mungkin menjadi kekhawatirannya. Jika di rumah ia terbiasa bisa bermanja-manja kepada orang tua, tentu hal itu tidak bisa dilakukan lagi di sekolah. Kalau di rumah mereka bisa langsung meminta kepada orang tuanya ketika membutuhkan sesuatu, bagaimana jika di sekolah? Apalagi anak harus bersaing dengan banyak anak lain seusianya untuk mendapatkan perhatian guru. Belum kekhawatiran bagaimana memulai pertemanan, bagaimana jika nanti ada yang membuatnya menangis, dsb. Jadi banyaknya penyesuaian yang harus dialami anak merupakan salah satu penyebab kecemasan anak yang membuat keberanian mereka untuk masuk sekolah sepertinya hilang timbul. Tidak perlu khawatir berlebihan, karena hal tersebut wajar terjadi.

Lalu bagaimana kita bisa membantu anak mengatasi kecemasannya dan menumbuhkan keberaniannya? Ada beberapa langkah yang dapat orang tua lakukan:
1.      Orang tua harus bisa memberikan motivasi yang positif tentang bagaimana pentingnya menuntut ilmu (sekolah), bagaimana menyenangkannya kalau dia bersekolah (memakai seragam baru, peralatan sekolah baru, dapat teman-teman baru, tempat belajar dan bermain yang barus, dsb). Dalam perbincangan tentang sekolahnya itu, usahakan Anda membicarakan hal-hal positif. Jangan menakut-nakuti anak (misal nanti banyak PR, ada teman yang nakal, kalau tidak rajin sekolah dimarahi gurunya, dsb) yang akan makin membuatnya stres.
2.   Orang tua bisa menunjukkan pada mereka sekolah barunya sebelum hari-H tiba. Ajak anak jalan-jalan ke sekolah barunya sehingga dia bisa melihat seperti apa sekolahnya dan ruang kelasnya nanti. Yakinkan pada anak kalau pengalaman di kelas selanjutnya akan menarik sehingga anak antusias dan tak takut untuk datang ke sekolah
3. Apresiasi dan beri penghargaan kepada anak karena kemauan dan keberaniannya masuk sekolah. Poin ini penting untuk membangun kepercayaan dirinya. Respon setiap cerita/pengalaman ketika mereka masuk sekolah dengan respon positiv yang akan membuatnya semakin semangat bersekolah. Misalnya, “bagus sekali nak, tadi sudah berani menyebutkan namanya dengan keras”, dsb.
4.  Bicarakan dan bantu anak untuk bisa melakukan kebiasaan-kebiasaan baru anak yang mulai harus dilakukan (misal: kapan waktunya tidur dan bangun tidur, kapan jadwal belajarnya, kapan bermainnya, bagamana caranya belajar, dsb).
5.      Jelaskan pada anak posisi gurunya yang menggantikan orang tua selama mereka di sekolah. Sehingga mereka tidak perlu takut/khawatir untuk mengkomunikasikan apapun dan kapan pun dengan guru mereka jika ada masalah atau kebutuhan akan sesuatu yang membutuhkan bantuan orang tuanya, seperti ketika mereka di rumah (misal: mengalami sakit, butuh ke toilet, dsb).
6.  Usahakan dan yakinkan anak, bahwa Anda memiliki kontak dengan pihak sekolah dan biasakanlah berkomunikasi intens dengan guru kelas anak. Hal ini selain membuat anak merasa aman dan nyaman, Anda pun merasa aman dan nyaman ketika menitipkan anak di sekolah.
7.   Ajari dan minta anak berkenalan dengan semua teman sekelasnya dan guru dengan penuh percaya diri ketika masuk di hari pertama.
8.    Pastikan anak tidur cukup di malam hari. Karena kurangnya jumlah jam tidur akan berpengaruh terhadap suasana hati anak ketika di sekolah.

Itu adalah diantara tips-tips yang bisa membantu bapak/ibu sekalian mempersiapkan anak memasuki sekolah barunya. Mudah-mudahan dengan menerapkan tips tersebut di atas, kecemasan yang ditampilkan anak ketika masuk sekolah bisa diatasi. Namun ingat untuk tetap bersabar, karena mungkin anak masih akan menunjukkan reaksi kecemasan 2 minggu sampai dengan 1 bulan pertama. Selebihnya insya Allah anak akan mulai menikmati masa sekolahnya tersebut. Semoga bermanfaat. []

Selasa, 02 April 2013

PENGENTASAN KEMISKINAN DENGAN MEMPEKERJAKAN PEREMPUAN, SOLUTIF?

           Negeri-negeri kaum muslimin kian melaju dalam upaya mengentaskan kemiskinan dengan memberdayakan perempuan secara ekonomi (mempekerjakan perempuan). Beberapa komitmen dikukuhkan untuk memastikan program ini berjalan massif di negeri-negeri kaum muslimin. Logika yang dipakai memang sangat sederhana dan mudah dimengerti, tapi patut kita cermati secara cerdas. Kalau kemiskinan tidak bisa terselesaikan dengan hanya mengandalkan nafkah dari laki-laki, kenapa perempuan tidak ikut melibatkan diri untuk mencari nafkah? Semestinya pertanyaan besarnya justru adalah kenapa kemiskinan bisa terjadi di negeri-negeri kaum muslimin yang justru memiliki sumber daya alam pemberian Allah swt yang sangat melimpah ruah? Bagaimana solusi tuntas problem kemiskinan tanpa membuat perempuan semakin menderita karena harus berhadapan dengan sekian dilema?
            Beberapa pengukuhan komitmen untuk menyelesaikan kemiskinan dengan mempekerjakan perempuan, diantaranya adalah dari Konferensi Tingkat Menteri OKI (Organisasi Kerjasama Islam), yang bertempat di Ritz Carlton Hotel, Jakarta, Kamis (6/12/2012). KTM OKI ke 4 ini telah menghasilkan “Jakarta Declaration” yang difokuskan pada upaya menciptakan enabling Environment yang dapat memperkuat peran dan partisipasi perempuan di bidang ekonomi. Indonesia didaulat menjadi role model bagi negeri muslim lain dalam PEP, dan Afghanistan serta Palestina sudah meminta kesediaan untuk diberi pelatihan oleh Indonesia. Argumen yang dipakai untuk diterimanya PEP adalah bahwa Islam sangat menghargai dan mendorong perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
            Sebelumnya, dalam KTT APEC 2012 Menteri Linda A. Gumelar menyampaikan pentingnya peran perempuan menyangga ekonomi Indonesia saat krisis tahun 1997. “Perempuan yang menggerakkan ekonomi melalui usaha kecil dan menengah, terbukti memperkuat daya tahan ekonomi sebuah negara.  Benarkah memperkuat? Atau hanya sekedar bertahan hidup?!


PENYEBAB KEMISKINAN DI INDONESIA DAN NEGERI-NEGERI KAUM MUSLIMIN

            Kesulitan ekonomi yang saat ini dihadapi Indonesia dan berbagai negeri muslim lain, bukanlah suatu kebetulan semata. Ini adalah hasil dari kebijakan buatan manusia dan cacatnya ekonomi dan masyarakat. Allah SWT telah melimpahkan dunia ini dengan sumber daya yang melimpah, kekayaan alam dan mineral, hutan yang luas, lautan dan gurun. Ketidakadilan pengelolaan sumberdaya alam oleh kebijakan kapitalis dan sistem ini lah yang membuat kekayaan alam tersebut hanya tersedia untuk kalangan elite dan kaya sementara kalangan miskin kelaparan, dan amat menderita. Ini adalah filosofi dasar Kapitalisme yang cacat yang percaya bahwa manusia memiliki kebutuhan tidak terbatas sementara sumber dayanya terbatas yang mewajarkan sebagian besar dari masyarakat untuk hidup di bawah garis kemiskinan, sementara pada kenyataannya sumber daya yang ada di dunia cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap manusia, karena Allah (swt) berfirman" Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya."[Terj.QS Fussilat 41:10]

Kemiskinan yang sangat menyedihkan yang kita lihat di dunia Muslim saat ini dan secara global adalah akibat langsung dari kecacatan dan ketidakadilan pengelolaan ekonomi, kekayaan, dan sumber daya lahan oleh sistem buatan manusia, dan terutama oleh sistem kapitalis yang merugikan dan ekonomi pasar bebas. Kebebasan kepemilikan, kebijakan pasar bebas, dan model keuangan kapitalisme berbasis bunga mengakibatkan kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir elit sementara masyarakat kelaparan dan miskin. Para penguasa di negeri-negeri muslim telah menjual lahan dan anak-anak perempuan umat ini kepada Negara dan Perusahaan Barat, dan mengeksposnya hingga ke tataran eksploitasi. Perjanjian para kapitalis ditandatangani oleh para penguasa dan pemerintah kaum Muslim dunia dengan IMF, Bank Dunia, lembaga-lembaga global lainnya, dan pemerintah asing, secara langsung menyebabkan kesulitan finansial dari hari ke hari dan perjuangan untuk bertahan hidup yang dihadapi perempuan di seluruh wilayah. Cara yang mereka jalankan adalah melalui:

Pertama, Pinjaman Berbasis bunga
Perekonomian berbasis bunga yang negara kita terapkan serta pinjaman berbasis bunga yang  diambil dari IMF, Bank Dunia atau negara Barat lainnya telah melumpuhkan ekonomi kita. Pendapatan negara sebagian besar terserap hanya untuk membayar bunga utang, sehingga negara tidak memiliki dana memadai untuk membiayai pembangunan, melayani pemenuhan kebutuhan mendasar rakyatnya. Dan mencari pemecahan dengan berhutang kembali. Dengan cara seperti ini, mustahil Indonesia bisa melunasi hutangnya sampai kapan pun. Kecuali Indonesia membuat lompatan besar dalam merevolusi perekonomiannya. Jumlah cicilan bunga utang Indonesia selama sepuluh tahun terakhir mencapai Rp851,32 trilyun sedangkan cicilan pokoknya Rp1.050,36 trilyun. Dan jumlah hutang negara ini semakin bertambah. Jika pada tahun 2003 hutang negara mencapai Rp1.232 trilyun, maka sampai dengan Maret 2012 hutang negara melonjak menjadi Rp1.860 trilyun.

Kedua, Privatisasi Sumber Daya Alam:
Di bawah kebebasan kepemilikan dan ekonomi pasar bebas, sumber daya utama seperti minyak, gas, listrik, mineral, dan bahkan air yang merupakan kebutuhan vital bagi orang-orang dari negara manapun, boleh diprivatisasi dan diberikan kepemilikan pribadi. Ini menyebabkan orang dari dunia Muslim terkena tindakan korporasi rakus yang memeras kebutuhan dasar masyarakat seperti listrik, gas, bahan bakar, dan bahkan air.
Ketiga, Liberalisasi Perdagangan dan Perjanjian GATT:Aspek lain dari sifat penindas dari ekonomi pasar bebas adalah perdagangan bebas dan  perjanjian perdagangan seperti GATT yang telah ditandatangani juga oleh banyak pemerintah Muslim. Liberalisasi perdagangan dan perjanjian perdagangan bertujuan untuk menghilangkan hambatan dan batasan perdagangan internasional sehingaa membuka pasar di negara berkembang untuk produk dan investasi dari negara-negara asing. Kebijakan ini telah menyebabkan pasar lokal dibanjiri dengan produk murah dari negara-negara Barat, sehingga bisnis lokal dan petani kalah bersaing dari sisi harga, yang mengarah ke kehancuran perdagangan lokal dan pedagang. 

            Gerakan pemberdayaan ekonomi perempuan yang saat ini tengah gencar dilakukan negeri-negeri kaum muslimin untuk mengentaskan problem kemiskinan, sesungguhnya merupakan gerakan mengeksploitasi perempuan secara massal dan sistematis yang dilakukan oleh negara. Padahal sekalipun bisa menggerakkan roda perekonomian keluarga, mobilisasi perempuan secara massif dalam sektor ekonomi menengah ke bawah, tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan masyarakat luas dan melejitkan pembangunan ekonomi negara, apalagi membangun negara yang kuat dan mandiri, memimpin peradaban dunia. Karena sesungguhnya penyebab inti kemiskinan di negara dunia ketiga sejatinya justru karena perampasan sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan kapitalis barat. Sehingga berkonsentrasi pada mobilisasi usaha menengah ke bawah adalah sekedar upaya bertahan hidup untuk tetap bisa menjadi pangsa pasar produk-produk perusahaan kapitalis barat.

MEKANISME KHILAFAH MENGAKHIRI KEMISKINAN DAN EKSPLOITASI

            Kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan berbagai negeri muslim bisa diakhiri dengan  menolak sistem kapitalisme yang gagal, dan demokrasi yang sekuler, menolak nation state yang membuat Indonesia dan berbagai negeri muslim menjadi lemah dan kehilangan sumber daya alam. Kita harus mengganti para penguasa korup dan tidak kompeten dan yang telah memperbudak kitaKita juga harus menolak campur tangan lembaga asing! Dan kita harus juga menolak model perempuan sukses dan pemberdayaan perempuan ala Barat, yaitu ‘dengan menjadi perempuan bekerja’ yang telah dijual sebagai kebohongan untuk menjebak dan mengeksploitasi kita.
            Hanya Khilafah yang mampu mewujudkan perubahan nyata untuk para perempuan di dunia Islam. Khilafah adalah sebuah negara yang dibangun diatas perundang-undangan Islam dan dan menerapkan Hukum Allah secara komprehensif. Khilafah berasaskan ‘Aqidah Islam, dibangun atas ketaatan pada Allah dan meraih ridla-Nya semata; Khilafah, sebuah negara yang akan mengakhiri kepemimpinan gaya hidup materialistik konsumeristik. Khilafah, dipimpin oleh pengusa terpilih yang transparans, adil, independen, dan pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab kepada rakyat dengan tulus. Khilafah, akan menghasilkan kondisi lingkungan yang penuh taqwa, meminimalisir korupsi, memastikan kejujuran dalam transaksi, dan memelihara pola pikir yang bertanggung jawab di mana rakyatnya akan membenci penindasan dan eksploitasiKhilafah, akan memenuhi tanggung jawab ekonomi dan sosial bagi keluarga, tetangga, karyawan dan masyarakat.
            Mekanisme khilafah mengentaskan kemiskinan:
Pertama, khilafah akan mengakhiri segera pembayaran utang berbasis bunga (riba) dari IMF dan semua pinjaman lain, karena khilafah adalah negara yang mandiri tidak bergantung pada bantuan asing apapun. Dengan miliaran dolar pendapatan yang dimilikinya, khilafah akan memprioritaskan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua warga negara akan  makanan, pakaian dan tempat tinggal, dan menginvestasikan sisanya untuk kebutuhan warga negara yang lain seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian.
Kedua, Khilafah akan menghapus perekonomian rakyat berbasis riba.  Menutup bank-bank ribawi dan mengalihkannya pada produk keuangan syari’ah.  Menyediakan investasi bebas bunga dalam bisnis lokal, proyek-proyek infrastruktur, atau pengembangan lahan - yang semuanya akan menghasilkan lapangan kerja.
Ketiga, khilafah  akan melarang semua bentuk penimbunan kekayaan, memastikan bahwa kekayaan beredar di tengah masyarakat dan memberikan insentif pada pembelanjaan dan investasi dalam bisnis.
Keempat, khilafah akan menstabilkan pasokan uang dan harga dengan memastikan bahwa mata uang kertas sepenuhnya didukung oleh emas atau perak, mencegah inflasi yang dihasilkan dari manipulasi oleh pemerintah atau spekulan uang kertas yang tidak didukung oleh aset.
Kelima, khilafah akan menghilangkan segala bentuk pajak. Khilafah akan menerapkan skema perpajakan rendah yang hanya ditarik dari warganya yang kaya.
Keenam, khilafah akan mengelola semua sumber daya milik umum dan menggunakannya untuk kepentingan umum sehingga semua merasakan manfaat dari aset-aset penting. Miliaran dolar dari sumber daya alam akan dibelanjakan untuk pendidikan, kesehatan, pertahanan, infrastruktur, dan mengentaskan rakyat keluar dari kemiskinan.
Dan yang terakhir, Khilafah akan melakukan review terhadap lahan pertanian sehingga para pemilik lahan yang mengabaikan tanahnya, akan diberi peringatan untuk segera mengolahnya. Dalam jangka waktu 3 tahun jika pemilik tanah masih menelantarkan lahannya, maka Khilafah akan melakukan penyitaan dan akan diberikan kepada mereka yang bersedia dan mampu mengelolanya. Semua ini akan meningkatkan hasil pertanian Khilafah dan meningkatkan kepemilikan tanah yang bisa menjadi jalan pengentasan warga dari kemiskinan.
            Khilafah adalah sebuah sistem yang benar-benar akan membuat kemiskinan, eksploitasi, dan perbudakan menjadi sejarah. Tidak akan mentolerir kelaparan satu warganya walau untuk satu hari saja. Sebuah sistem yang akan membangun pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menghilangkan pengangguran massal, menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan gratis. Sistem ekonomi berbasis industri dan kemajuan teknologi, sehingga benar-benar akan memberdayakan rakyatnya
            Dalam kehidupan Negara Khilafah, bekerja bagi seorang perempuan betul-betul hanya sekedar sebuah pilihan, bukan tuntutan keadaan. Jika dia menghendaki, dia boleh melakukannya. Jika dia tidak menghendakinya, dia boleh untuk tidak melakukannya. Bandingkan dengan kondisi sekarang dimana perempuan banyak dipekerjakan dengan upah yang sangat rendah dan tidak layak karena tidak punya alternatif pilihan yang lain. Dalam Negara Khilafah, pilihan ini bisa diambil perempuan secara leluasa, karena Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami/ayah, kerabat laki-laki bila tidak ada suami/ayah atau mereka ada tapi tidak mampu, serta jaminan Negara Khilafah secara langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya seperti para janda miskin. 
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw pernah bersabda:
“…siapa saja yang meninggalkan kalla, maka dia menjadi kewajiban kami.” (HR Imam Muslim).
Maksud dari kalla adalah orang yang lemah dan tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai orang tua.
            Dalam Khilafah Islam tidak akan ada perempuan yang terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya sebagai isteri dan ibu.  Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja, tapi mereka bekerja semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat, sementara tanggung jawab sebagai isteri dan ibu juga tetap terlaksana.
            Pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rangka mengentaskan kemiskinan, hakikatnya, adalah ‘genderang perang’ Barat terhadap peran keibuan,  merampok waktu berharga seorang ibu, mengorbankan tugas penting mereka sebagai pengasuh dan pendidik generasi masa depan.
Demokrasi-Kapitalis adalah sebuah sistem yang telah memanfaatkan bahasa ‘pemberdayaan perempuan’ untuk mengeksploitasi perempuan !!!