Tempat berbagi
informasi, pemikiran,
kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan
dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,

pendidikan anak,
remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....

Selamat Berlayar..........

Kamis, 27 Februari 2014

Membantu Anak Menghadapi Bencana

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI
Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah


PERTANYAAN:
Assalamua'alaikum Wr. Wb.
Pasca mengalami bencana, seseorang khususnya anak-anak pasti akan mengalami trauma dan harus bisa beradaptasi dengan situasi yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Lalu, bagaimana agar anak-anak tersebut mampu bertahan ditengah bencana dan bagaimana terapi terhadap trauma yang dialami mereka? Terimakasih. (Jamaah Wisata hati)



JAWABAN:

Mengingat Indonesia tergolong negara yang rawan bencana alam, masyarakat sebaiknya membiasakan diri untuk selalu waspada dan bersiap bila sewaktu-waktu terjadi bencana. Tidak cuma gempa, kondisi alam kita juga rawan terhadap ancaman gunung meletus, banjir, longsor, kekeringan, wabah, dsb. Peristiwa-peristiwa tersebut bisa jadi menakutkan dan menjadi trauma bagi orang dewasa, apalagi anak-anak.
Sejumlah faktor mempengaruhi respons anak terhadap bencana alam. Secara naluriah, sebenarnya cara pandang anak dalam memahami sesuatu umumnya berkaca kepada orang tuanya. Oleh karena itu, pemahaman dan reaksi orang tua sendiri terhadap bencana alam menjadi sangat penting dan menentukan bagaimana anak menghadapi bencana tersebut. Memastikan kita sebagai orang tua dan orang dewasa yang ada di sekitar anak-anak kita bersikap dengan tepat adalah hal pertama yang harus dilakukan:

1. Sebagai seorang muslim, kita harus menyadari bahwa berbagai musibah dan bencana yang melanda itu terjadi atas izin dan sesuai kehendak Allah sebagai ketetapan-Nya. Allah berfirman:

﴿قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ﴾
“Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.’” (TQS. at-Tawbah [9]: 51).

2. Bencana yang kita hadapi bisa jadi merupakan peristiwa yang murni tidak ada andil/peran serta manusia dalam terjadinya (seperti gunung meletus, gempa, tsunami dan sejenisnya). Terhadap bencana jenis ini, yang merupakan qadla (ketetapan) Allah swt, maka kewajiban kita adalah meyakini dan menerima (baik dan buruknya dalam pandangan manusia) sebagai sebuah ketetapan dari Allah swt, bukan yang lainnya. Seorang Mukmin dengan ketakwaannya dan keimanannya yang kuat kepada Allâh Ta'âla membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allâh Ta'âla berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Selanjutnya sebagai sebuah kejadian yang  ketetapan (qadha’) maka musibah itu harus dilakoni dengan lapang dada, perasaan ridha, disertai kesabaran dan tawakkal kepada Allah (QS al-Baqarah: 155-157).

Sementara menghadapi bencana yang di sana melibatkan andil perbuatan manusia, seperti banjir tahunan, tanah longsor, merebaknya penyakit menular dan sejenisnya, maka musibah yang terjadi haruslah bisa membangkitkan energi dan menumbuhkan keberanian untuk meluruskan segala hal yang salah dan melakukan perbaikan atas berbagai kerusakan (fasad) dan kemaksiatan yang ada, dan menggantinya dengan kembali kepada aturan, sistem dan ideologi yang benar yang diturunkan oleh Allah SWT. Itulah sesungguhnya hikmah dari musibah yang harus diwujudkan. Allah Ta’ala berfirman:

﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS ar-Rum [30]: 41)

3. Bahwa apapun kejadian yang menimpa kita (baik atau buruk dalam pandangan kita) sebenarnya akan bernilai kebaikan bagi kita ketika kita tepat mensikapinya. Yakni bersyukur ketika ditimpa/mendapatkan kesenangan dan kenikmatan, dan bersabar ketika menghadapi kesulitan/kesengsasaraan. Keduanya akan menjadi kebaikan bagi kita di sisi Allah swt.

4. Tetap optimis. Bahwa dalam setiap kesulitan yang kita hadapi, oleh Allah swt sudah dijanjikan adanya kemudahan yang selalu menyertainya. "Sesungguhnya bersama dengan kesulitan ada kemudahan" (TQS. Al Insyirah 5-6). Bukankah pasca meletusnya gunung berapi, Allah swt selalu menghadirkan tanah subur yang siap diolah?

Inilah pemahaman dan sikap yang harus kita miliki dan transfer kepada anak-anak kita. Setelah kita sebagai orang tua bisa bersikap dengan tepat dalam menghadapi bencana, maka usaha-usaha berikutnya secara teknis yang bisa kita lakukan untuk membantu anak menghadapi musibah/bencana dengan benar, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pada saat terjadi bencana, jangan panik, tetaplah tenang dan bersikap yang bisa diindera oleh anak-anak kita bahwa kita tahu apa dan bagaimana kita akan menghadapi situasi tersebut.
2. Sediakan waktu meski sebentar untuk memberikan perhatian pada anak-anak kita saat kondisi yang bisa jadi mengagetkan anak-anak kita terjadi. Jangan sibuk sendiri dan melupakan mereka. Peluk mereka dan katakan hal-hal yang bisa menenangkan  mereka pada saat-saat awal terjadinya goncangan tersebut agar merasa lebih siap menghadapi situasi emosional saat itu.
3. Jujurlah bicara tentang situasi yang ada, cobalah terangkan dengan bahasa sederhana yang bisa mereka pahami akan kondisi yang sedang menimpa keluarga kita, penyebab bencana maupun kemungkinan apa saja yang akan terjadi selanjutnya. Jelaskan juga apa yang kita harapkan pada anak-anak kita untuk mereka lakukan. Misalnya: "Anak-anak, karena rumah kita kemungkinan sudah hancur terkena hujan batu dari gunung kelud yang meletus, jadi malam ini dan mungkin beberapa hari ke depan kita sekeluarga akan tidur di tempat pengungsian. Tidak usah khawatir, tetaplah jadi anak yang pintar dan nurut apa yang dikatakan ayah dan ibu"
4.  Upayakan keluarga tetap berkumpul bersama. Meski orang tua juga mengalami ketegangan, namun upayakan agar seluruh keluarga tetap berkumpul bersama. Dengan selalu bersama saat bencana maupun setelah bencana, membuat anak merasa yakin mereka tidak akan ditinggal sendirian. Jangan pernah menitipkan anak-anak pada orang lain yang belum dikenal baik oleh anak kita, meski sementara kita mencari pertolongan. Hal ini akan menambah kekhawatiran anak karena mereka cemas jangan-jangan orang tua mereka tidak akan pernah kembali lagi. Sebisa mungkin bawalah anak bersama kita atau bersama keluarga dan orang-orang yang mereka sudah kenal baik.
5. Pertahankan Rutinitas. Kalau biasanya di rumah sehabis sholat maghrib adalah jadwal anak-anak mengaji, maka tetap lakukan itu di pengungsian. Demikian pula dengan rutinitas lainnya seperti makan malam bersama, mendongeng sebelum tidur, jadwal bermain, berdoa, dll yang biasa dilakukan. Dengan adanya rutinitas yang terjaga, anak dapat lebih tenang karena mereka menganggap masih ada hal yang tidak berubah. 
6. Beri kesempatan anak untuk bicara menyampaikan isi hati, kekhawatiran, ketakutan ataupun perasaannya yang lain terkait dengan bencana yang mereka hadapi. Jangan sampai mereka menyimpan perasaan negatif (sedih, putus asa, marah, dll) yang belum berhasil mereka atasi, sementara kita tidak mengetahuinya. Dengan mengajaknya bicara, dan membantu mereka menghadapinya, akan mengurangi rasa khawatir dan ketakutan anak kita.
7. Berikan Kegiatan Produktif agar bisa mengalihkan perhatian dan kesibukan mereka. Seperti mengikutkan anak pada program ‘mental recovery’ yang dilakukan para relawan dengan cara mengajak bermain bersama dengan memberi pelajaran untuk bisa lebih kuat menghadapi bencana, dll.
8. Ikut sertakan anak untuk membantu. Jika bencana telah usai, banyak kegiatan yang harus dilakukan, seperti membersihkan rumah atau memperbaiki rumah yang rusak. Penting untuk melibatkan anak-anak dalam kegiatan ini dengan memberi mereka tugas sesuai kemampuannya, agar anak mengetahui bahwa kerusakan apapun akibat bencana bisa diperbaiki. Misalnya, dengan membantu memperbaiki dan membersihkan rumah, anak-anak akan sadar bahwa rumah mereka yang nyaman bisa kembali lagi. Semoga bermanfaat.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar