Bersama
dr. Hj. Faizatul Rosyidah
--------------------------------------------------------------------------------------------
PERTANYAAN:
Assalamua'alaikum Wr. Wb.
Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi
kejahatan seksual yang dilakukan terhadap anak-anak kita. Bahkan pelakunya diantaranya
adalah para guru dan orang lain yang seharusnya melindungi mereka. Bagaimana sistem
pendidikan yang baik untuk melindungi anak-anak kita dari kejahatan seksual
ini? Betulkah memberikan pendidikan seksual pada anak kita adalah solusinya? Terimakasih.
(Tim Media Wisata Hati Jatim)
JAWABAN:
Persoalan
kejahatan seksual pada anak ini merupakan persoalan yang memiliki
akar masalah sistemik. Bukan hanya masalah dalam sistem pendidikan kita. Lebih
lanjut, maraknya problematika pelecehan maupun kejahatan
seksual ini adalah sebuah keniscayaan pada sebuah tatanan kehidupan yang
dibangun atas azas sekulerisme yang berusaha menihilkan peran agama untuk mengatur
kehidupan, dan sebaliknya menganut liberalisme
yang mengagung-agungkan kebebasan individual.
Dimulai
dari lingkup keluarga dimana orang tua sudah tidak lagi menjadi sekolah pertama
bagi anak-anak mereka untuk memberi dasar kepribadian, struktur sosial masyarakat
yang rusak karena nilai-nilai sekulerisme dan libelarisme yang mulai
mendominasi,
maraknya pornografi pornoaksi, tontonan
televisi yang mengajarkan kebebasan bergaul dan permisivisme, hingga ranah
penegakan hukum yang lemah untuk menindak para pelaku kejahatan seksual
merupakan faktor penyebab semakin maraknya kasus kejahatan
seksual hari ini.
Jadi
bagaimana pendidikan yang baik untuk menanggulangi maraknya kejahatan seksual?
Adalah yang terintegrasi antara pendidikan yang diberikan oleh orang tua di
rumah sebagai peletak dasar kepribadian, pendidikan di sekolah dengan desain
kurikulum dan perangkat lain yang dimilikinya utnuk mencetak anak-anak dan generasi ber-syakhsiyah
Islamiyah
(berkepribadian Islam), masyarakat yang peduli dengan tatanan kehidupan yang
mulia dengan melaksanakan tugas mereka melakukan amar ma’ruf nahyi munkar dan kontrol sosial, dan pendidikan kepada anggota masyarakat melalui penerapan system Islam oleh Negara dalam seluruh aspeknya, termasuk penerapan sistem pendidikan
hingga sistem hukum dan persanksian atas pelanggaran/kriminalitas yang terjadi
di tengah masyarakat.
Apakah diperlukan pemberian pendidikan seksual pada anak? Memberikan
pendidikan tentang seksualitas pada anak bukan
diarahkan pada pemberian informasi bagaimana teknik-teknik melakukan aktivitas seksual sebagaimana yang
saat ini banyak dilakukan oleh media (seperti bagaimana berpacaran, bagaimana melakukan
pendekatan pada lawan jenis, bahkan hingga bagaimana melakukan hubungan seksual). Namun pendidikan yang
dimaksudkan di sini adalah bagaimana kita mengajarkan kepada anak kita sedini
mungkin tentang identitas seksual mereka, konsekuensi dan tanggung jawab yang
melekat padanya. Mulai dari pengenalan dirinya sebagai laki-laki atau
perempuan, bagaimana mereka harus bersikap dan bertanggung
jawab sesuai dengan identitas mereka tersebut –termasuk di dalamnya bagaimana orientasi
seksual yang benar-, memahami
batasan aurat, mengenalkan organ reproduksinya, bagaimana menjaga
kebersihan organ reproduksinya dan hal-hal terkait lainnya.
Cara menyampaikan pendidikan seksual itu pun tidak boleh terlalu
vulgar dan harus memperhatikan faktor
usia anak yang menjadi obyek pendidikan. Islam mengajarkan, diantara yang harus
kita sampaikan dalam memberikan pendidikan seksualitas kepada anak adalah:
1.
Kenalkan bahwa Allah menciptakan manusia dengan jenis laki-laki
dan perempuan yang memiliki karakter yang berbeda.
"Wa laisa dzakaro kal untsaa“ (QS 3:36), bahwa tidaklah
laki-laki itu sama dengan perempuan. Islam pun memberikan penjelasan lengkap tentang tugasnya
masing-masing. Dari perbedaan tugas ini dapat ditanamkan pada anak tentang
maskulinitas dan feminimitas. Jelaskan pula bahwa Allah melarang Laki-laki
menyerupai perempuan, pun sebaliknya. Dengan demikian akan mencegah sedini
mungkin mereka terjatuh dalam orientasi seksual yang menyimpang, baik sebagai
obyek maupun pelaku.
2. Memisahkan tempat tidur mereka.
Jelaskan
pada anak bahwa Rosulullah saw menyuruh kita untuk memisahkan tempat tidur
laki-laki dan perempuan pada usia 7 tahun, tidak membolehkan mereka tidur
dalam satu ranjang dan satu selimut. Anak pasti akan bertanya tentang alasannya. Selain
menerangkan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan, penjagaan kehormatan dan
aurat, kita juga bisa menekankan nilai-nilai positif dari pemisahan tempat
tidur tersebut seperti kemandirian dan kebebasan untuk berkreasi di kamar sendiri.
3. Meminta ijin pada 3 waktu
Tiga
ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan
(kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum solat
subuh, tengah hari, dan setelah solat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di
antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan
atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13). Jika
pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak sejak dini maka ia akan
menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur. Mereka menjadi anak-anak yang terbiasa untuk tidak melihat aurat orang lain,
dan merasa tidak nyaman melihat aurat orang lain sekalipun dipaksa ataupun dibujuk rayu.
4. Menjaga aurat
Jelaskan
pada anak di depan siapa
saja aurat boleh terlihat, dengan merujuk kepada QS 24 : 30-31. Lengkapi juga
dengan hadits dan riwayat tentang perintah Rosulullah saw untuk menjaga
pandangan. Dari penjelasan ini diharapkan akan tertanam rasa “iffah” pada diri
anak. Rasa malu yang benar diharapkan akan terbentuk pada diri anak sehingga
mereka menjadi seseorang yang ‘waspada’ dan sensitif akan keberadaan
orang-orang maupun tindakan yang merusak ‘iffah’/kehormatan
mereka, termasuk tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang lain pada
mereka, sekalipun mereka adalah saudara, guru maupun orang ‘dekat’ lainnya.
5. Mengenalkan batas-batas pergaulan antara laki-laki dan
perempuan
Jelaskan
tentang apa yang boleh dalam interaksi mereka dengan lawan jenis, yaitu interaksi yang bersifat umum dalam
rangka taawun (bekerjasama) dalam kebaikan
dan kemaslahatan, serta apa yang tidak boleh yaitu interaksi-interaksi yang bersifat
private/pribadi seperti khalwat (berdua-duaan saja di tempat yang tidak mungkin orang lain masuk dalam interaksi mereka) dan
ikhtilat (bercampur baur dengan lawan jenis). Jelaskan juga macam-macam bentuk pergaulan yang rusak antara laki
laki dan perempuan, maupun pergaulan sesama jenis yang keliru, berikut dampak yang ditimbulkannya, sehingga
mereka kelak juga tidak akan mudah terjerumus dalam pergaulan bebas yang rusak dan merusak tersebut.
6. Mengenalkan ciri-ciri Pubertas
Pengenalan
ciri-ciri pubertas ini diberikan kepada anak sesuai dengan masanya dan dengan cara maupun bahasa yang memudahkan mereka memahaminya. Yaitu pada anak perempuan
ketika –atau menjelang- usia 9 tahun sedangkan laki-laki pada usia 11-14
tahun. Hanya saja perkembangan zaman telah memacu anak sehingga
mengalami pubertas
dini. Menurut pengalaman, anak menjelang usia 10-11 tahun sudah mulai bertanya tentang
perubahan dan perbedaan fisik yang terjadi baik pada laki-laki maupun
perempuan. Dalam Islam, pubertas merupakan
tanda sudah ‘baligh’ nya seorang
anak. Yang seharusnya berjalan beriringan dengan ‘aqil’ (kemampuan berfikir) sang anak tersebut. Dimana ketika seorang
anak sudah aqil-baligh itulah mereka tidak lagi berstatus anak-anak yang dalam
pandangan syariat belum terbebani hukum, namun sudah menjadi seorang mukallaf. Maka menjadi kewajiban utama orang
tua adalah membantu anak bersiap mengemban taklif
syar’iy (beban hukum) sebelum mereka menjadi seorang mukallaf (seseorang yang terbebani hukum/mulai diminta pertanggungjawaban
oleh Allah swt atas apa yang mereka lakukan).
7. Kenalkan
pada anak bagaimana cara merawat organ vital.
Tanamkan
pula bahwa organ vital merupakan salah satu nilai kehormatan yang harus dijaga
(QS 23:5). Mengajari anak untuk membersihkan alat genitalnya dengan benar
setelah buang air kecil (BAK) maupun buang air besar (BAB) selain agar anak
dapat mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, pendidikan ini pun secara
tidak langsung dapat mengajari anak untuk tidak sembarangan mengizinkan orang
lain membersihkan ataupun menyentuh alat kelaminnya.
8. Secara teknis, perlu juga diberikan tips maupun disimulasikan kepada anak-anak yang masih kecil, bagaimana mereka harus segera
melaporkan kepada bapak atau ibunya apabila ada orang yang menyentuh alat
kelamin atau tubuh mereka dengan cara yang tidak mereka sukai maupun tidak seharusnya sebagaimana yang kita ajarkan pada item-item di atas, atau agar anak
berteriak atau kabur jika merasa terancam oleh orang yang tak dikenal yang
mencoba menyingkap auratnya, dan sebagainya. Semoga bermanfaat. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar