Oleh:Faizatul Rosyidah
Di tengah-tengah remaja kita saat ini sedang gencar dilakukan upaya pemberian informasi/pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang bertujuan mewujudkan kehidupan reproduksi remaja yang aman ( tidak sampai terjadi kehamilan tidak diinginkan) dan sehat (tidak tertular penyakit). Hasilnya? Bukannya perilaku seksual remaja yang sehat dan aman yang didapatkan, justru peningkatan perilaku seksual remaja yang menyimpang berikut resikonya yang justru terjadi. Lalu bagaimana seharusnya kita sebagai orang tua muslim melakukan pendidikan kesehatan reproduksi kepada para remaja kita, agar mereka bisa menjalani kehidupan reproduksinya –tidak sekedar- dengan sehat dan aman, namun juga benar sesuai dengan tuntunan Islam? Berikut beberapa hal yang harus kita lakukan dan sampaikan pada remaja kita:
1. Sebagai asas: Pahamkan remaja kita pada siapa jati dirinya
Di atas identitas apapun yang sekarang sedang diemban oleh anak remaja kita, apakah itu sebagai seorang siswa, mahasiswa, anak, kakak, adik ataupun identitas lain, orang tua haruslah selalu menyadari bahwa anaknya adalah seorang hamba bagi penciptanya, yang telah memberikan kesempatan hidup berikut seluruh fasilitas untuk menjalani hidupnya tersebut. Kehidupan anak remaja kita tersebut adalah hidup yang harus dia pertanggungjawabkan kelak kepada Sang Pemilik Hidup, sehingga misi yang harus senantiasa dia emban dalam hidupnya adalah bagaimana bisa menjalani setiap episode hidupnya dengan ’benar’ sesuai dengan tujuan dia dihidupkan dan sesuai dengan aturan main yang sudah ditentukan oleh Tuhannya. Sehingga kesadaran inilah yang harus senantiasa ditanamkan oleh orang tua kepada remajanya, termasuk ketika hendak memenuhi kebutuhan naluri seksualnya, haruslah dilakukan dengan ’benar’ dan sesuai dengan aturan main yang diberikan oleh Tuhannya sehingga kelak bisa dia (remaja) pertanggungjawabkan kepada Tuhannya. Kesadaran inilah yang kelak akan menuntun remaja kita (sekalipun tidak ada orang tua yang mendampingi) untuk senantiasa menjadikan halal-haram, benar-salah dalam perspektif Islam sebagai tolok ukur perbuatan apapun yang mereka lakukan.
2. Jelaskan tentang perkembangan organ reproduksi yang akan/sedang dialaminya ketika mengalami pubertas, apa konsekuensinya dan bagaimana seharusnya bersikap
Pada periode perkembangan seksual, remaja mengalami dua jenis perkembangan utama, yaitu perkembangan seks primer yang mengarah pada matangnya organ seksual seperti kemampuan memproduksi sperma dan sel telur (ditandai oleh "mimpi basah" atau menstruasi); dan perkembangan seks sekunder yang mengarah pada perubahan ciri-ciri fisik. (misalnya timbulnya rambut-rambut pubis, perubahan kulit, otot, dada, suara, dan pinggul). Kedua perubahan alami ini menuntut adanya proses penyesuaian/adaptasi, baik bagi remaja itu sendiri, maupun bagi orang lain di sekitar remaja tersebut. Dalam Islam, kondisi ini adalah sebuah tonggak peralihan dari seorang anak-anak yang belum bisa diminta bertanggung jawab penuh atas segala apa yang dilakukannya, kepada seseorang yang sudah mulai harus bertanggung jawab atas segala yang dilakukannya karena dia sudah mukallaf (terbebani hukum). Sehingga proses aqil baligh adalah sebuah proses menuju manusia dewasa yang musti menyandarkan segala episode kehidupannya kepada syariah-Nya sehingga kelak dia bisa mempertanggungjawabkan di hadapan Penciptanya. Menjadikan orang tua sebagai tempat terdekat mereka berbagi keresahan atau kegelisahan menghadapi masa puber ini adalah hal yang sangat tepat. Sementara di sisi yang lain, dibutuhkan orang tua yang mampu memahami kondisi anak remaja mereka dan mampu menyiapkan anak-anak mereka untuk siap mengemban taklif pada saatnya.
3. Pahamkan remaja kita, apa makna naluri seksual adalah fitrah
Sering di tengah masyarakat kita, ketika terjadi perzinahan, perselingkuhan atau sejenisnya, dikatakan bahwa hal itu adalah suatu hal yang lumrah terjadi karena naluri seksual adalah fitrah. Apakah benar fitrah disini berarti bahwa keberadaannyalah yang membuat manusia melakukan keharaman/kesalahan dalam memenuhinya?
Maksud bahwa naluri seksual adalah fitrah, adalah bahwa keberadaan naluri seksual tersebut memang built in dalam diri manusia sejak dia diciptakan. Keberadaan naluri seksual tersebut tidak bisa dinafikan/dihilangkan, akan tetapi ia pun tidak bisa memaksa manusia untuk memenuhinya dengan cara yang salah. Cara pemenuhan adalah suatu pilihan bagi kita. Mau memenuhinya dengan cara yang dibolehkan oleh Islam ataukah tidak, adalah kita yang menentukan dengan bebas. Naluri tersebut tidak bisa memaksa kita. Itulah mengapa, sekalipun sama-sama remaja yang sedang mengalami puber, sedang memiliki kecenderungan eksplorasi seksual yang tinggi, ada remaja yang terjatuh pada free sex namun juga masih banyak remaja yang berhasil menghindarkan diri mereka dari melakukan perzinahan. Cara pemenuhan adalah sebuah pilihan, dan itulah yang sebenarnya diatur oleh Islam. Bukannya kita diperintahkan untuk mengabaikan atau menafikan naluri seksual kita, namun kita dituntut untuk memenuhinya dengan cara yang benar.
4. Pahamkan bagaimana karakter naluri seksual yang dimiliki manusia (termasuk remaja)
Naluri seksual berbeda dengan kebutuhan fisik atau kebutuhan organis seperti kebutuhan makan, minum, tidur, buang air kecil dan sejenisnya. Perbedaan ini bisa dilihat dari dua sisi. Yang pertama dari sisi rangsangan yang menuntut manusia untuk melakukan pemenuhan, dan yang kedua dari sifat pemenuhan yang dilakukannya. Dari sisi rangsangan yang memunculkannya, maka kebutuhan jasmani itu akan muncul dan minta dipenuhi karena rangsangan yang bersifat internal (dari dalam) tubuh manusia itu sendiri, dan bukannya dari luar. Misalnya rasa lapar akan muncul ketika kadar gula dalam darah menurun, rasa capek muncul ketika ada penumpukan asam laktat di otot, kebutuhan untuk bernafas karena kadar oksigen menurun, dsb. Dan bukannya karena melihat makanan, melihat kasur dan yang lainnya yang bersifat eksternal. Yang mana ini berbeda dengan naluri (termasuk naluri seksual) yang justru bangkit dan menuntut pemenuhan ketika dirangsang oleh hal-hal yang bersifat eksternal. Bisa berupa fakta riil (keberadaan cewek seksi, terbukanya aurat,dsb) namun juga bisa berupa pemikiran yang dihadirkan (pikiran-pikiran/lamunan/fantasi seksual, pikiran cabul, dsb). Itu dari aspek pertama. Perbedaan yang kedua adalah dari sisi sifat pemenuhannya. Pada kebutuhan jasmani, tuntutan pemenuhannya bersifat pasti, artinya bila tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian. Orang puasa makan, puasa minum, tidur, bernafas ataupun tidak BAB/BAK pasti akan mengalami kematian, meskipun dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Tuntutan kebutuhan fisik akan terus muncul dan tidak akan hilang sampai terpenuhinya tuntutan tersebut. Hal ini berbeda dengan naluri (termasuk naluri seksual) yang sifat pemenuhannya tidaklah mutlak harus dipenuhi. Dalam arti, ketika misalnya naluri seksual bangkit/bergejolak, maka akan mendorong seseorang untuk memenuhinya. Jika ia belum berhasil memenuhinya –selama naluri tersebut masih terbangkitkan/bergejolak- maka yang timbul adalah kegelisahan. Baru setelah gejolak naluri tersebut reda, akan hilanglah rasa gelisah itu. Naluri yang tidak terpenuhi tidak akan sampai mengantarkan manusia pada kematian; tidak juga mengakibatkan gangguan fisik, jiwa, maupun akal –seperti yang didakwakan oleh para penganut kebebasan seksual-. Naluri yang tidak terpenuhi hanya akan mengakibatkan kegelisahan dan kepedihan yang (mungkin) menyakitkan. Itulah mengapa seorang pendeta/biksu/biarawati atau siapapun yang memilih hidup membujang tidak akan mati karena membujangnya. Seseorang yang patah hati hingga mengalami kesedihan yang sangat juga tidak akan mati, kecuali dia meneruskan kesedihannya itu dengan puasa makan/minum/ tidur atau tidak memenuhi kebutuhan jasmani yang dimilikinya, maka dia pasti akan mengalami kematian.
Oleh karena itu, pemenuhan naluri seksual sesungguhnya merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia, karena sesungguhnya manusia bahkan dapat mengatur kemunculannya.
5. Pahamkan cara mengendalikan naluri seksual yang dimilikinya
Mengendalikan naluri seksual artinya adalah mampu mencegah terjadinya pemenuhan yang salah, dan menyalurkan/memenuhinya dengan cara pemenuhan yang benar.
a. Pencegahan terjadinya pemenuhan yang salah
Dilakukan dengan meminimalisir keberadaan hal-hal yang bisa merangsang bergejolaknya naluri seksual pada diri manusia, kecuali di dalam kehidupan khusus (kehidupan pernikahan). Meminimalisir rangsangan ini bisa berarti dua sisi, dari sisi system yang menaungi individu manusia di dalamnya: harus memastikan tidak terjadi pengumbaran hal-hal yang bisa merangsang bangkitnya naluri seksual tersebut di kehidupan umum secara mutlak. Seperti keberadaan VCD porno, majalah porno, cyberseks, teleseks, tontonan erotis di televisi atau di jalan-jalan. Juga harus dilakukan upaya untuk mengatur interaksi yang terjadi antara laki-laki dan wanita, dengan sebuah pengaturan yang akan mencegah terjadinya upaya/interaksi yang ‘saling merangsang’ antara laki-laki dan wanita, dengan tetap memungkinkan terjadinya interaksi yang bersifat ta’awun atau kerjasama dalam rangka memenuhi kebutuhan masing-masing untuk kemaslahatan bersama di tengah-tengah masyarakat. Sementara dari sisi individu manusianya –sebagai sub system dari system yang menaunginya- juga harus mencegah dirinya dari melakukan hal-hal yang akan membangkitkan naluri seksualnya di luar lembaga pernikahan. Dalam hal ini seorang remaja yang menginginkan mengendalikan gejolak naluri seksualnya maka dia harus menghindarkan diri dari hal-hal/ fakta yang membangkitkannya seperti kencan dan pacaran (dimana di dalamnya biasa diumbar berbagai aktivitas saling merangsang pasangan kencannya; mulai dari gaya berpakaian, cara berbicara, materi pembicaraan, bersepi-sepinya hingga ungkapan ‘sayang’ lain yang sering menjadi ‘pendahuluan’ terjadinya perzinahan), nonton atau membaca tontonan-tontonan/bacaan porno, melakukan telesex dengan pacar, bersama-sama dengan teman se-gank membuat pesta seks, ataupun sekedar melamun dan berfantasi tentang hal-hal cabul dan merangsang birahi. Semua hal yang bisa membangkitkan dan membuat naluri seksualnya bergejolak (baik berupa realita ataukah pemikiran yang dihadirkan tadi) harus betul-betul dia jauhi.
Berikutnya untuk membantu seorang remaja melakukannya, maka remaja tersebut harus mencurahkan energinya, menyibukkan hari-harinya dan mengaktivkan pemikirannya pada hal-hal yang positif dan bisa mengalihkannya dari pikiran kosong. Ikut dalam organisasi siswa intra sekolah, kegiatan kerohanian, kegiatan ekstra kurikuler, memacu diri untuk selalu berprestasi, aktif dalam kegiatan karang taruna di masyarakat, olah raga dan berbagai aktivitas semisal bisa menjadi pilihan remaja menghabiskan waktunya, ketimbang hanya kongkow-kongkow di pinggir jalan, ngeceng di mall, nonton BF, ndugem atau clubbing di diskotik-diskotik yang memang sarat dengan nuansa ‘rangsangan seksual’.
Selain itu, Islam menganjurkan bagi seseorang yang belum sanggup menikah dan berkeinginan mengendalikan gejolak naluri seksualnya, untuk berpuasa. Puasa ini dilakukan dalam kerangka meningkatkan self controll atau kemampuan mengendalikan diri (baca: nafsunya) yang dimiliki seseorang karena dorongan ketaqwaan yang dimilikinya.
b. Pahamkan cara pemenuhan naluri seksual yang benar
Satu-satunya pemenuhan terhadap naluri seksual (hubungan seksual dan juga aktivitas lain terkait) yang diperbolehkan (dihalalkan) dalam Islam adalah yang terbingkai/dilakukan dalam sebuah lembaga pernikahan. Yakni aktivitas seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Dan tidak diperbolehkannya model interaksi yang bersifat pribadi dan seksual ini secara mutlak kalau di luar lembaga pernikahan. Sehingga seorang remaja yang sudah aqil baligh semestinya juga harus (dibantu) menyiapkan dirinya untuk siap mengemban tangggung jawab pernikahan sejak dini. Sebaliknya jangan hanya melarang mereka menikah dini, tanpa ada usaha membantu mereka untuk bisa menjadi pribadi-pribadi yang siap menikah,sementara rangsangan seksual yang melingkupi mereka demikian dahsyatnya. Karena hal itu tentu saja akan membuat remaja kita merasa ’sempit’.
6. Pahamkan bahwa tujuan penciptaan naluri seksual adalah reproduksi bukanlah rekreasi
Islam memandang bahwa proses reproduksi adalah suatu proses yang penting untuk menjaga kelangsungan generasi manusia. Lahirnya manusia-manusia baru –yang siap mengabdi kepada-Nya- ke dunia ini dipandang oleh Islam sebagai sesuatu yang membanggakan, patut disyukuri sekaligus tercakup di dalamnya amanah (beban hukum baru) bagi orang-orang di sekitarnya. Hukum-hukum berkaitan dengan kewajiban memberi nafkah, pengasuhan, persusuan, pendidikan, perwalian dan sejumlah hukum lainnya senantiasa mengiringi suatu proses reproduksi manusia. Sehingga proses reproduksi itu sendiri dipandang oleh Islam tidaklah boleh dilakukan sembarangan. Islam menetapkan bahwa sebuah proses reproduksi adalah sebuah interaksi antara laki-laki dan wanita yang haruslah dilakukan dalam bingkai sebuah pernikahan. Ketika seseorang melakukannya, maka dipandang oleh Islam telah melakukan ketaatan kepada anjuran Islam yang akan diganjar dengan pahala dan keridhaan dari Allah SWT. Sebaliknya Islam telah menetapkan bahwa sebuah proses reproduksi (hubungan seksual) yang dilakukan di luar lembaga pernikahan adalah sebuah dosa besar yang layak diganjar hukuman yang paling keras.
Dari sini bisa dipahami juga, bahwa Islam tidak pernah meletakkan kenikmatan yang didapatkan dalam sebuah proses reproduksi (hubungan seksual) -yang dikenal saat ini sebagai fungsi rekreasi dari hubungan seksual- sebagai tujuan dilakukannya sebuah hubungan seksual. Islam meletakkan kenikmatan/kelezatan (fungsi rekreasi) dalam sebuah hubungan seksual adalah satu anugerah/rezeki halal lain yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya ketika hal itu dilakukan dengan cara yang benar (sesuai dengan aturan-Nya). Sebaliknya, Islam menjadikan segala upaya mencari kenikmatan (fungsi rekreasi) hubungan seksual di luar cara yang dibenarkan oleh Islam (apakah itu dilakukan bukan dengan suami/istrinya, atau dilakukan dengan sesama jenisnya/homoseks, ataukah dilakukan dengan tidak pada tempatnya/sodomi) sebagai sebuah kemaksiatan, yang hanya akan menimbulkan ketidaktenangan dan kehinaan bagi kemuliaan hidup manusia. Sehingga remaja kita paham untuk tidak sekedar mengejar kenikmatan sesaat, yang berujung pada penderitaan yang tidak akan berakhir karena melakukan keharaman.
7. Kenalkan perilaku seksual yang benar
Perilaku seksual yang benar adalah semua perilaku seksual yang sesuai dengan tuntunan syara’ (hukum Allah). Perilaku seksual yang sesuai dengan tuntunan syara’ haruslah memenuhi beberapa hal berikut ini:
a. Dilakukan dalam lembaga pernikahan
b. Dengan orientasi seksual (sebagai tempat pemenuhan) yang benar, yakni dengan lawan jenis
c. Dilakukan dengan ma’ruf dan sesuai dengan tuntunan Syara’.
Diantaranya adalah bahwa seorang suami diperbolehkan ’mendekati’ istrinya dengan cara apapun, dari sisi dan tempat manapun selama dalam farji (kemaluan wanita; lubang vagina). Islam, sebaliknya telah mengharamkan bagi seorang suami yang ’mendekati’ istrinya melalui dubur (sodomi), melakukan hubungan seksual dengan cara membahayakan diri sendiri atau pasangan (suami/istri) nya, misalnya dengan melakukan kesadisan/kekerasan atau dengan menjadi korban kesadisan/kekerasan, atau dengan melakukan hal yang membahayakan (dharar) lainnya.
8. Kenalkan perilaku seksual yang Salah
Sebaliknya perilaku seksual yang salah/menyimpang adalah semua perilaku seksual yang melanggar dan tidak sesuai dengan tuntunan syara’ (hukum Allah). Semua perilaku seksual yang salah ini tidak hanya akan mengantarkan kerusakan kehidupan manusia, lebih lanjut akan menuai kemurkaan dan adzab Allah SWT di akhirat nanti.
Termasuk di dalam perilaku seksual yang salah tersebut diantaranya adalah:
a. Hubungan seksual yang dilakukan tanpa/diluar lembaga pernikahan
b. Bebas orientasi seksual/tempat pemenuhan, tidak hanya dengan lawan jenisnya, seperti: Homoseksual/lesbian (dengan sesama jenis), Fetihisme (dengan memakai sebuah benda kepunyaan jenis kelamin lain), Pedofilia (dengan obyek seorang anak), Bestialitas (dengan binatang), Nekrofilia (dengan mayat)
c. Bebas teknik pemuasan, dengan cara sodomi, menggunakan kekerasan, pesta seks dengan lebih dari satu perempuan atau lelaki sekaligus, mencari rangsangan dan pemuasan seksual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari jenis kelamin yang berlainan, didefekasi, mendefekasi partner, atau memakan feses/kotoran manusia untuk mendapatkan pemuasan seksual, dll
9. Pahamkan resiko perilaku seksual yang salah/menyimpang
Memahami akibat dari melakukan suatu kesalahan bisa menjadi pelajaran bagi remaja untuk mencegahnya melakukan kesalahan tersebut. Diantara akibat/resiko melakukan seks bebas (seks pranikah) yang dilakukan oleh remaja adalah terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan/diinginkan (KTD), dan tertularnya penyakit menular seksual (PMS) atau terkena infeksi menular seksual (IMS) seperti AIDS, Sifilis, jengger ayam, dsb.
Ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan oleh remaja jika mengalami KTD: mempertahankan kehamilan atau mengakhiri kehamilan (aborsi). Semua tindakan tersebut dapat membawa resiko baik fisik, psikis maupun sosial. Sebuah resiko yang seharusnya dipertimbangkan dengan matang, karena taruhannya adalah kehidupannya di dunia ini maupun di akhirat nanti ketika kembali kepada tuhan mereka.
Setelah hal-hal di atas benar-benar menancap pada diri seorang remaja, maka pemberian informasi tentang hal-hal berikut ini akan memiliki landasan yang benar dan juga kokoh, sehingga kekhawatiran informasi berikut ini disalahgunakan/disalahpahami oleh remaja kita tidak perlu terjadi:
10. Kenalkan organ-organ reproduksi pria/wanita, fungsinya dan bagaimana perawatannya.
Agar seorang remaja –kelak- bisa menjalankan fungsi reproduksinya dengan tepat, tentu saja dia harus mengenali organ-organ reproduksinya , fungsi yang bakal dijalankannya dalam proses reproduksi tersebut dan tentu saja hal itu tidak akan bisa dilakukan kalau organ-organ reproduksi tersebut tidak terawat sejak awal. Sehingga informasi tentang semua hal ini juga harus diberikan. Meliputi organ reproduksi bagian luar maupun bagian dalam.
11. Jelaskan terjadinya proses menstruasi, ovulasi (pembuahan), ereksi dan ejakulasi
Proses menstruasi adalah proses alami yang tidak semua remaja putri mengerti apa artinya dan apa kaitannya dengan proses ovulasi (pembuahan), dan bagaimana bersikap yang benar terhadapnya. Termasuk apa yang harus dilakukannya ketika sedang mengalami haid. Demikian pula, tidak semua remaja laki-laki mengerti apa itu ereksi, apa makna dan fungsinya serta apa pula ejakulasi itu. Sehingga seringkali pula, ketidaktahuan tersebut kalau dibiarkan hingga saatnya remaja tersebut menjalani kehidupan pernikahan dan mulai menjalankan fungsi reproduksinya, mereka juga tidak mengerti bagaimana seharusnya berperilaku dan menjalankan fungsi/kewajibannya dengan tepat.
12. Jelaskan terjadinya proses konsepsi (terbentuknya janin), kehamilan dan kelahiran.
Ada banyak mitos dan persepsi keliru tentang terjadinya konsepsi, kehamilan dan kelahiran yang dipahami oleh remaja yang mengakibatkan remaja tersebut melakukan tindakan-tindakan ’salah’ dan membahayakan kehidupan reproduksinya bahkan mungkin merusak alat reproduksinya sementara dia mengira semua tindakan tersebut adalah ’aman’, boleh atau harus dia lakukan.
Ringkasan dan Penutup
Demikianlah, ketika kita ingin merumuskan apa dan bagaimana pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja, maka hal mendasar yang harus kita pastikan terlebih dahulu difahami oleh seorang remaja adalah pemahaman tentang siapa jati dirinya (bahwa hakekatnya dia adalah seorang makhluk/hamba bagi Penciptanya), apa tujuan hidupnya (bahwa dia diciptakan adalah semata-mata untuk mengabdi kepada-Nya), dan bagaimana caranya meraih tujuannya (adalah dengan cara menjalani hidup dalam seluruh aspeknya dengan syariat-Nya). Pemahaman ini betul-betul ditancapkan kepada diri seorang remaja hingga menjadi jati diri yang senantiasa lekat pada setiap langkahnya menjalani kehidupan. Berikutnya, pendidikan yang kita lakukan haruslah bisa membuat seorang remaja mengenal dan mengetahui bagaimanakah gambaran sistem aturan hidup (syariat-Nya) yang harus senantiasa dia gunakan untuk mengatur segala aktivitasnya dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani maupun nalurinya. Berikutnya, ketika seorang remaja sudah tahu apa hakekat naluri seksual, bagaimana cara pengendalian dan pemenuhannya dengan benar, bagaimana perilaku seksual yang benar dan menyimpang, barulah kita memberikan informasi-informasi lebih detil tentang organ-organ reproduksi, fungsinya dan beberapa proses/hal-hal lain dalam sebuah proses reproduksi yang sekiranya mereka butuhkan kelak ketika harus menjaga organ-organ reproduksinya dan melakukan proses reproduksinya dengan cara yang benar.
Dengan model pendidikan kesehatan reproduksi seperti demikian, maka akan terwujudlah suatu perilaku seksual remaja yang bertanggung jawab, dalam arti sebuah perilaku seksual yang bisa dipertanggungjawabkan seorang remaja kepada Sang Penciptanya dan Sang Pencipta naluri seksual yang ada padanya. Lebih lanjut, akan tercipta suatu sistem yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seksual generasi muda kita. Sehingga problematika perilaku seksual remaja seperti yang saat ini terjadi bisa kita cegah sejak dini.
Wallahu A’lam bish Shawab. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar