Tempat berbagi
informasi, pemikiran,
kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan
dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,

pendidikan anak,
remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....

Selamat Berlayar..........

Minggu, 08 Mei 2011

RUU PT : Pengokohan Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia Bagaimana Menghadapinya?

Pendahuluan

Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) telah selesai digodog, dan sekarang masuk tahap dengar pendapat sampai resmi disahkan menjadi undang-undang. RUU PT ini diharapkan mampu menjadi payung hukum pengaturan pendidikan tinggi di Indonesia, setelah UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) resmi dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Akankah RUU ini mampu menjawab persoalan pendidikan tinggi agar mampu berjalan sesuai tugas dan fungsinya? Apakah hanya sekedar menjawab beberapa persoalan dalam UU BHP dan membuka penjajahan pendidikan tinggi Indonesia lebih luas lagi?
Timbangan RUU PT

Dasar pertimbangan RUU PT sebagaimana yang tertulis dalam draft adalah sebagai berikut:
a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 mengamanatkan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
b. bahwa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional, pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia;
c. bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi dalam segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang menguasai ilmu, teknologi, dan seni, mandiri, kritis, inovatif, kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan nasional;
d. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan diperlukan pendidikan tinggi untuk mengembangkan ilmu, teknologi, dan/atau seni, bagi kemajuan, kemandirian, dan daya saing bangsa;

Ada beberapa hal yang menarik untuk diperhatikan lebih. Yaitu penggunaan kalimat “…mengamanatkan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional…”. Sepintas memang tampak biasa dan benar adanya. Namun penggunaan kalimat itu sangat bisa diarahkan pada pemaknaan bahwa amanah pemerintah adalah dalam ranah pengupayaan dan penyelenggaraan. Hal ini tentu memiliki makna yang cukup berbeda jika kalimat yang digunakan jelas sebagaimana fungsi Negara dalam pelaksanaan pendidikan. Yaitu Negara (pemerintah) wajib dan memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan system pendidikan nasional. Sehingga terlihat bahwa Negara bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan pendidikan. Cara pandang ini tentu akan sangat mempengaruhi dalam pengaturan pelaksanaan pendidikan, khususnya pengurangan peran pemerintah dalam pelaksanaan pendidikan. Dimana pola ini merupakan salah satu ciri dari neoliberalisme yaitu pengurangan peran pemerintah, pasar bebas, dan individualism.

Pertimbangan lain yang terlihat adalah suasana penyiapan untuk mampu bersaing dalam arus globalisasi. Dengan globalisasi, setiap Negara dipaksa untuk membuka pasar (sector-sektor) dalam negerinya ke dunia internasional. Setiap Negara (tanpa memperhatikan kuat lemahnya) bebas bersaing untuk mengakses ataupun menguasai sector yang diglobalkan (diliberalkan). Sehingga memang salah satu konsekuensi dari globalisasi adalah peliberalan sector-sektor tertentu. Baik barang ataupun jasa. Langkah-langkah ini sudah cukup terasakan di Indonesia. Sehingga sebutan ataupun pengungkapan “Indonesia makin liberal” sudah cukup sering kita dengarkan.

RUU PT: Kokohkan Liberalisasi Pendidikan Tinggi Indonesia

Pada Bab V tentang Perguruan Tinggi Asing dan Kerjasama Internasional secara jelas dibukanya kran liberalisasi pendidikan tinggi. Pasal 73 ayat (1) disebutkan : Perguruan Tinggi Asing dapat membuka Program Studi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Pasal 74 menyebutkan : (1) Perguruan Tinggi dapat melaksanakan kerjasama internasional.
(2) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kegiatan antara lain:
a. pertukaran dosen dan mahasiswa;
b. pengembangan kurikulum;
c. pelaksanaan kerjasama program studi;
d. pengembangan organisasi; dan/atau
e. penelitian.

Arahan Internasional : Liberalisasi Sektor Jasa

Liberalisasi jasa pendidikan merupakan hal yang sangat diinginkan oleh Negara maju. Karena liberalisasi sector ini memberikan keuntungan yang sangat besar . Disebutkan oleh Effendi bahwa ada 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14 milyar atau Rp. 126 trilyun. Di Inggris sumbangan pendapatan dari ekspor jasa pendidikan mencapai sekitar 4 persen dari penerimaan sector jasa Negara tersebut. Menurut Millea (1998), sebuah publikasi rahasia berjudul Intelligent Exports mengungkapkan bahwa pada 1994 sector jasa telah menyumbangkan 70 persen pada PDB Australia, menyerap 80 persen tenaga kerja dan merupakan 20 persen dari ekspor total negara Kangguru tersebut, Sebuah survey yang diadakan pada 1993 menunjukkan bahwa industri jasa yang paling menonjol orientasi ekpornya adalah jasa komputasi, pendidikan dan pelatihan. Ekpor jasa pendidikan dan pelatihan tersebut telah menghasilkan AUS $ 1,2 milyar pada 1993.
Fakta tersebut dapat menjelaskan mengapa Negara maju sangat getol menuntut adanya liberalisasi jasa pendidikan melalui WTO. Negara-negara anggota WTO akan terus ditekan untuk menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi dan pendidikan selama hayat, serta jasa-jasa lainnya.

Sejak tahun 1995 Indonesia menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral. Dan tentunya Indonesia juga harus menyepakati untuk meliberalkan sector pendidikannya. Ada dua factor kenapa Indonesia sangat ditarget untuk meliberalkan sector jasa pendidikan. Pertama: Indonesia memiliki penduduk yang besar, sekitar 215 juta dengan partisipasi pendidikan tinggi rendah. Kedua Perhatian pemerintah pada sector pendidikan lemah, sehingga mutu pendidikan secara umum rendah. Kondisi ini menjadikan Indonesia menjadi incaran Negara-negara eksportir jasa pendidikan dan pelatihan. Di satu sisi SDM-SDM tersebut menjadi tenaga kerja yang murah bagi mereka (negara-negara maju tersebut). Untuk mengoptimalkan ini, peran Negara dalam pengaturan urusan masyarakat terus diminimalkan. Baik dalam pendidikan ataupun penyediaan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan.
Ada enam Negara yang sangat menuntut Indonesia untuk meliberalkan sector jasanya. Amerika, Australia, Jepang, Korea, China, dan Selandia Baru. Sub-sektor jasa yang ingin dimasuki adalah pendidikan tinggi, pendidikan seumur hayat, pendidikan vocasional, dan profesi.

Konspirasi Liberalisasi pendidikan Tinggi

Melihat strategisnya liberalisasi pendidikan oleh Negara-negara berkembang (dalam hal ini Indonesia), maka sangat dimengerti “pemaksaan/penekanan” agar hal ini segera terwujud terus dilakukan. Untuk memuluskan agenda besar ini dilibatkanlah actor-aktor kunci dalam proses Konspirasi PT ini. Meliputi :
1. Negara-negara kapitalis
Negara-negara inilah sebagai actor utama dengan besarnya kepentingan mereka.
2. Lembaga-lembaga Internasional (IMF, WTO, Bank Dunia)
Lembaga-lembaga internasional yang berperan strategis dalam liberalisasi pendidikan tinggi adalah tiga lembaga multilateral yang oleh Richard Peet (2002) disebut sebagai The Unholy Trinity (Tiga Serangkai Penuh Dosa), yaitu IMF, Bank Dunia dan WTO. Regulasi yang dikeluarkan ketiga lembaga tersebut secara perlahan tapi pasti akan mengakibatkan komodifikasi dan komersialisasi segala sesuatu yang dianggap berharga seperti : air, bahan pangan, kesehatan, karya seni, dan ilmu pengetahuan, apalagi teknologi. Semua itu terjadi terutama melalui proses marjinalisasi kekuasaan dan otoritas negara-negara Dunia Ketiga di dalam pengaturan ekonomi nasional mereka.
 WTO akan terus menekan negara-negara anggotanya untuk menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi dan pendidikan selama hayat, serta jasa-jasa lainnya.
3. Korporasi Multi Nasional (MNC/TNC)
Aktor ketiga ini secara langsung atau tidak memainkan peran penting dalam globalisasi, termasuk di dalamnya liberalisasi pendidikan tinggi. Berbagai MNC/TNC akan memanfaatkan pendidikan tinggi untuk mendapatkan tenaga kerja (SDM) yang murah dan pro kapitalis. Di sisi lain, perguruan tinggi akan dapat memanfaatkan MNC/TNC sebagai tempat magang dan sumber dana.
4. Pemerintah Dunia Ketiga
Berperan sebagai pembuka pintu dan pemberi payung hukum jalannya konspirasi liberalisasi pendidikan tinggi tersebut.

Dampak Destruktif Liberalisasi Pendidikan Tinggi
1. Dampak Ideologis
Pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam penanaman pemikiran dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan oleh suatu bangsa. Dengan masuk dan bekerjasamanya dalam ranah strategis seperti kurikulum, akan diindikasikan kuat penanaman pemikiran-pemikiran barat terus ditancapkan.
2. Dampak Politik
Pendidikan berfungsi sebagai tempat lahir dan berkembangnya ilmu pengetahuan untuk pemecahan persoalan bangsa. Dengan adanya liberalisasi PT sangat dimungkinkan besarnya pengaruh pemikiran barat dalam penyelesaian persoalan bangsa.
3. Dampak Ekonomi
Hal ini berdampak pada mahalnya biaya pendidikan. Meskipun dalam RUU PT sudah disebutkan bahwa biaya yang ditanggung mahasiswa adalah maximal sepertiga dari seluruh biaya operasional PT. Namun mekanisme ini dipastikan belum menjamin mudahnya akses pendidikan tinggi bagi seluruh masyarakat
4. Dampak Sosial
Dampak ini mengakibtkan kesenjangan kaya dan miskin semakin terbuka lebar

Menghentikan Liberalisasi PT

Bahaya destruktif liberalisasi PT sangatlah besar. Bahakan terkait kedaulatan Negara. Karena itu pembiaran terhadapnya merupakan pembiaran terhadap hancurnya negeri ini. Upaya serius untuk menghentikan menjadi sebuah kewajiban. Oleh semua pihak. Harus diseriusi dan sabar menjalani prosesnya. Karena penghentiannya tidaklah mudah. Mengingat bacaan persoalan ini melibatkan berbagai actor yang sifatnya mengglobal (kokohnya penerapan kapitalisme).

Upaya yang dilakukan haruslah dengan perwujudan perubahan pemikiran dan pemunculan kesadaran yang benar pada seluruh segmen masyarakat. Sehingga diharapkan dorongan penolakan pada penerapan kapitalisme sang perusak pendidikan akan terwujud. Di satu sisi dorongan penerapan kehidupan Islam akan menguat pula. Upaya penyeruan dilakukan:
(1) kepada masyarakat. Memberikan penyadaran kepada masyarakat, khususnya masyarakat kampus agar lebih menyadari kondisi yang terjadi. Tujuannya adalah agar mereka sadar terjadinya penjajahan melalui liberalisasi pendidikan. Langkah yang ditempuh adalah membongkar konspirasi jahat di balik liberalisasi pendidikan tinggi, menjelaskan bahaya-bahayanya, dan berusaha memberikan strategi untuk melawannya.
(2) kepada pemerintah. Memberikan kritik-kritik atas tindakan pemerintah yang tega menjadi komprador asing atau agen penjajah dalam liberalisasi pendidikan tinggi ini. Tujuannya agar pemerintah berhenti menjadi agen penjajah dan pengkhianat umat, serta kembali berpihak pada kepentingan umat.
(3) kepada DPR. Memberikan kritik-kritik dan tekanan atas sikap DPR yang mengesahkan berbagai UU yang jahat dan konspiratif demi kedaulatan asing seraya menghancurkan kedaulatan bangsa sendiri. Tujuanya agar DPR berhenti sebagai badan legislatif yang mengesahkan UU rekayasa penjajah dengan mengatasnamakan rakyat.
(4) kepada negara-negara kapitalis, MNC/TNC, dan lembaga-lembaga internasional. Menyampaikan kutukan, protes keras, dan kritik. Tujuannya agar mereka menghentikan kejahatan mereka melakukan imperialisme yang kejam atas umat manusia melalui liberalisasi pendidikan tinggi.

Selain itu secara pemikiran ideology juga disampaikan, meliputi:
(1) terhadap neoliberalisme (kapitalisme). Memberikan kritik-kritik karena dari segi fakta ideologi ini sangat berbahaya dan dari segi normatif sangat bertolak belakang dengan Islam. Tujuannya agar manusia hilang kepercayaannya (trust, tsiqah) pada ideologi kafir yang sangat berbahaya ini.
(2) terhadap imperialisme. Menjelaskan kepada umat bahwa liberalisasi pendidikan adalah bagian dari imperialisme Barat. Imperialisme sendiri merupakan metode baku dalam penyebarluasan sekularisme. Tujuannya adalah untuk menghancurkan dan menghentikan imperialisme, dengan cara membongkar aksi imperiliasmenya dan menghancurkan sekularisme sebagai titik tolaknya. Sebab imperialisme tidak akan dapat dihancurkan tanpa menghancurkan sekulerisme, yang merupakan dasar ideologi (qa'idah fikriyah) bagi ideologi kapitalisme.
(3) terhadap ideologi Islam. Menjelaskan kepada umat bahwa ideologi yang benar adalah ideologi Islam, sebagai alternatif setelah umat tidak percaya lagi kepada ideologi kapitalisme. Tujuannya agar umat manusia percaya pada ideologi Islam dan mau memperjuangkan perwujudannya dalam realitas. Dan karena ideologi Islam tidak akan terwujud tanpa negara Khilafah, maka umat pun wajib dipahamkan akan urgensi keberadaan Khilafah demi terwujudnya ideologi Islam di muka bumi.
(4) terhadap sistem pendidikan Islam. Menjelaskan kepada umat bagaimana sistem pendidikan Islam dalam negara Khilafah. Termasuk juga perlu dijelaskan bagaimana pembiayaan pendidikan yang gratis dalam sistem Islam. Tujuannya agar umat memahami sistem pendidikan alternatif yang baik, sebagai pengganti sistem pendidikan sekarang yang sekuler dan bobrok, dan mahal. Dalam konteks kekinian, pembiayaan pendidikan yang gratis dari negara sesungguhnya amat dimungkinkan. Dapat dilakukan berbagai langkah untuk mencari sumber pembiayaannya, antara lain penghapusan/pengurangan utang luar negeri, mengoptimalkan potensi pendapatan sumber daya alam, serta penegakan hukum yang tegas (misalnya menghapuskan korupsi dan illegal loging).
[ Allahu a’lam bishshowab]

Penulis: Anisah Rahmawati, aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar