Tempat berbagi
informasi, pemikiran,
kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan
dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,

pendidikan anak,
remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....

Selamat Berlayar..........

Selasa, 30 April 2013

Agar Anak Semangat Belajar

RUBRIK KONSULTASI PARENTING ISLAMI
Bersama dr. Hj. Faizatul Rosyidah

PERTANYAAN:
Bagaimana trik/kiat-kiat agar anak semangat dalam belajar? (Jamaah Wisata Hati)

JAWABAN:
Sebenarnya kehidupan alami kita sebagai manusia adalah seorang pembelajar. Demikian pula dengan anak-anak kita. Sayangnya, dalam perjalanan hidup kita atau anak-anak kita mungkin kita diberikan dan memberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu menjadi tidak menyenangkan. Misalnya, ketika anak kita bayi dan ia ingin memasukkan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya. Maka yang kebanyakan kita lakukan adalah berkata “eh…jangan itu kotor, ngga boleh” sambil mungkin menarik semua benda tersebut. Padahal tanpa kita sadari sebenarnya yang dilakukannya itu adalah perilaku dasar seorang anak belajar. Kemudian ketika sang anak mulai berjalan, dan keingintahuannya menjadi lebih banyak tentang lingkungan sekitar, maka semakin banyak larangan yang kita keluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.

Yang harus kita sadari sebagai orang tua, adalah bahwa pendidikan yang kita lakukan pada anak haruslah berbasis usia dan tumbuh kembang anak. Anak memiliki fase dan level kemampuan berpikir yang berbeda pada tiap fase tumbuh kembangnya. Anak usia dini, berbeda dengan usia tamyiz, berbeda pula dengan usia pra baligh dan baligh. Pendekatan metode pembelajaran yang kita pake pada mereka pun berbeda. Stimulasi pendengaran hendaklah dilakukan lebih awal daripada stimulasi penglihatan sebagaimana perkembangan kemampuan melihat anak yang dimilikinya lebih dulu dibanding kemampuan melihatnya, misalnya.

Maka ketika anak ada pada fase usia dini, yang baru memiliki kemampuan berfikir emosional (sebagai hasil pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri yang dirasakannya, dan bukan kemampuan berfikir rasional), masih baru bisa memahami hal-hal yang konkrit dan bukan abstrak, maka proses belajar yang kita berikan haruslah proses belajar yang menyenangkan (dengan bermain), membangun identitas positif dirinya sebagai anak yang sholeh, sehat, hebat, dsb, dan belum saatnya untuk kita paksa memahami simbol-simbol (huruf dan angka) yang abstrak, memaksanya untuk melihat buku dan duduk manis. Stimulasi pendengaran bisa kita lakukan bahkan dengan anak tetap asyik dalam permainannya. Ada baiknya fase tersebut tidak ditukar ataupun secara terburu-buru kita percepat.

Maka misalnya saat anak kita ada pada usia dini tersebut, sebenarnya keperluan belajar mereka adalah lebih kepada bagaimana agar mereka mengenali semua potensi panca inderanya, melatih panca inderanya untuk terbiasa mengenali rangsangan hingga kemampuan paling optimalnya, memperbanyak perbendaharaan kosakatanya dengan ketrampilan mendengarnya, mengasah  dan melejitkan kemampuan berbahasanya, bersosialisasi, mengenal tata krama, nilai-nilai keutamaan (sopan santun) dan mengenal aturan bagaimana kehidupan berlangsung, melalui permainan bersama teman-teman mereka, jangan paksakan pada anak seusia mereka untuk harus duduk manis di atas meja, mendengarkan gurunya menjelaskan pelajaran, ataupun dipaksa mengikuti les pelajaran tambahan. Bantulah mereka memiliki kesiapan untuk fase belajar lebih 'disiplin' berikutnya yang biasanya mulai dimiliki anak pada usia 7 tahun. Fase dimana kita boleh mulai 'menawan' mereka dalam kedisiplinan dalam proses pendidikan mereka.

Berikutnya, selain memperhatikan usia, tahap tumbuh kembang dan kesiapan anak, ketika anak  kita sedang belajar berikanlah pengalaman yang menyenangkan dan bukan yang menyakitkan seperti mencubit atau memarahinya ketika salah membaca atau menulis. Karena pengalaman semacam ini akan masuk dalam alam bawah sadarnya bahwa belajar itu “siksaan”, menyakitkan, dan tidak menyenangkan. 

Sebaliknya, buatlah suasana belajar itu senyaman dan semenyenangkan mungkin bagi anak untuk menerima pelajaran. Jangan paksakan anak belajar ketika fisiknya terlalu lelah, sebaiknya bantulah mereka mengatur jadwal keseharian mereka (kapan waktunya bermain, beristirahat dan belajar) sehingga kondisi fisik mereka ketika memulai belajar adalah kondisi fisik yang segar dan prima. 

Hal berikutnya, kenalilah tipe belajar anak kita sehingga kita bisa membantu mereka belajar dengan optimal dengan cara yang paling sesuai dengan mereka. Ada 3 tipe dasar dalam belajar:
1. Visual : tipe pebelajar dengan menggunakan daya tangkap mata sebagai alat belajar yang dominan. Sehingga tipe pebelajar ini lebih efektif dengan menggunakan gambar-gambar atau bentuk-bentuk yang secara visual bisa dirasakan.
2. Auditori : tipe pebelajar dengan menggunakan daya pendengarannya sebagai alat belajar yang dominan. Kalau pebelajar tipe ini lebih cenderung bisa lebih menerima materi melalui suara.
3. Kinestetik : tipe pebelajar melalui praktek langsung. Anak yang memiliki tipe kinestetik inilah, seringkali perlu adanya permainan atau hal lain sebagai sarana pembelajaran mereka.
Tipe-tipe belajar ini sendiri tidak kemudian secara mutlak terpisah satu sama lain. Adakalanya seorang anak adalah pebelajar dengan tipe auditori sekaligus visual misalnya. Hanya biasanya selalu ada yang lebih dominan. Kita bisa melihatnya dari cara belajar yang mana yang paling nyaman dan memudahkan anak kita memahami pelajaran dengan lebih cepat dan optimal. Maka bagi anak dengan tipe kinestetik, dipaksa untuk bisa duduk manis, khusyu’ dan konsentrasi dalam waktu yang cukup panjang adalah sesuatu yang sangat ‘sulit’ dan dirasakan ‘menyiksa’ mereka. Sebaliknya, cara belajar yang paling ’nyaman’ dan cepat untuk mereka justru adalah cara belajar yang mengakomodasi ’ketidakbisadiaman’ mereka. Misalnya belajar membaca dengan dikemas seperti bermain tebak-tebakan menunjuk tulisan yang dimaksud dengan diberi batas waktu. Kalau berhasil menjawab diberi skor, kalau tidak berhasil maka nilainya tidak bertambah, dsb. 

Bisa juga kita bantu memberikan sugesti bahwa belajar itu menyenangkan dengan teknik Hypnosleeping, dengan mengatakan ketika anak menjelang tertidur atau terbangun kalimat-kalimat seperti “semakin hari, belajar semakin menyenangkan”, “belajar itu sangat menyenangkan seperti bermain”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”. Sering-seringlah mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa untuk meningkatkan harga diri anak kita. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal yang cepat. 

Ketika anak sudah lebih besar, menjelaskan tentang keutamaan aktivitas belajar dan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari juga akan membuat anak menyenangi pelajaran tersebut. Misal:  Bahwa orang yang berilmu itu dijanjikan Allah swt kedudukan yang lebih mulia daripada mereka yang beriman saja. Atau bahwa dengan mempelajari perkalian, maka saat ikut ibu belanja nanti anak kita bisa menghitung berapa harga barang yang akan dia beli, dan lain sebagainya. Anda bisa mengembangkan tips-tips lainnya sendiri, yang jelas, bantu anak untuk bisa menyadari bahwa belajar adalah ‘kebutuhan’ mereka dengan cara yang memudahkan dan menyenangkan bagi mereka. Semoga bermanfaat. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar