Pengantar
Kesehatan Reproduksi (Kespro) digagas pada International Conference Population Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo. Indonesia sebagai salah satu peserta konferensi, diwajibkan (baca: dipaksa) menerapkan konsep itu. Termasuk gagasan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), elemen Kespro yang diharapkan mencegah remaja dari seks pranikah dan berbagai masalah reproduksi.
Maka, sejak 1994 hingga kini program itu terus digulirkan. Artinya, udah hampir 15 tahun diimplementasikan melalui Departemen Kesehatan, BKKBN, Departemen Pendidikan Nasional dan berbagai instansi terkait, termasuk LSM dalam dan luar negeri.
Hasilnya? Jangankan mencegah seks pranikah, justru menjerumuskan remaja pada gaul bebas. Seks bebas yang jadi pangkal masalah kesehatan reproduksi remaja, justru makin lekat dengan kehidupan mereka. Buktinya, pelaku seks pranikah di kalangan remaja meningkat tajam, justru setelah ada program KRR.
Berdasar penelitian YKB di 12 kota besar di Indonesia pada 1992 --sebelum ada program KRR-- pelaku seks pranikah 10-31%. Hasil penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) di 33 provinsi pada 2008, atau setelah 14 tahun KRR diterapkan, pelaku seks pranikah malah naik jadi 62,7%. Artinya, 26,23 juta remaja hidup bergelimang syahwat.
Lebih menyesakkan dada lagi, dari 97% remaja SMP dan SMA yang disurvei ini, pernah nonton film porno dan 93,7% diantaranya pernah ciuman, melakukan stimulasi genital dan oral sex. Na’udzubillahi min dzalik.
Masih berdasar survei KPA 2008 itu, 25% atau sekitar 7 juta remaja yang melakukan seks pranikah dan hamil, memilih aborsi. Angka itu meroket lebih dari 50 persen dibanding 2002 –sebelum ada KRR--, dimana janin yang diaborsi “baru” 3 juta kasus (Media Indonesia, 2/10/02).
Sementara itu, karena seks bebas sebagai media penularan penyakit menular seksual, mulai dari yang ringan hingga yang mematikan (HIV/AIDS), maka penderita IMS juga pasti meningkat. Diperkirakan 10-20 juta jiwa penduduk Indonesia rawan tertular HIV (Republika, 27 Mei 2007). Dan, 81,87% penderita AIDS tersebut adalah remaja (Anonim, 2008).
Ditambah penyalahgunaan narkoba yang pada 2004 menurut data BNN ada 2,3 juta, tentu jumlah yang rawan tertular HIV/AIDS udah melewati 20 juta. Belum lagi kasus kanker serviks (Ca-cerviks) pada remaja yang kini jadi pembunuh utama di Indonesia.
Ini jelas serius karena berdampak buruk bagi kualitas generasi. Karena itu, penting ditelaah secara mendalam bahaya KRR ala ICPD yang kini masif disosialisasikan ke remaja muslim. Juga, bagaimana seharusnya Islam mengatur masalah kesehatan reproduksi remaja agar mereka nggak terjerumus dalam perilaku menyimpang.
Mengokohkan Seks Bebas
KRR digagas Barat karena remaja dianggap kurang paham soal seks dan kespro, sehingga cenderung melakukan seks bebas. Remaja dianggap belum terpenuhi hak-hak reproduksinya, seperti hak mendapatkan informasi dan pendidikan kespro dan belum terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender yang menginginkan reproduksi nggak harus dalam bingkai keluarga (Mohamad, 2004).
KRR digagas dengan landasan paham kebebasan, yaitu organ reproduksi harus dikendalikan sesuai keinginan masing-masing individu. Reproduksi sehat ala ICPD berbunyi “Setiap individu harus memegang kendali atas tubuhnya sendiri melalui pilihan-pilihan yang dipahami dan bertanggung jawab dalam hubungan seksual. Ini membawa ke tingkat seksualitas yang sehat yang merupakan bagian penting dari kespro” (Depkes, 2003).
Tak heran bila konten KRR berupa penjelasan tentang perubahan fisik dan psikis remaja; alat kelamin (organ reproduksi), baik anatomis maupun fungsi fisiologis berikut bagaimana proses reproduksi terjadi; kehamilan dan cara pencegahan kehamilan tak diinginkan (KTD) dan aborsi “aman”; homo dan lesbi harus diakui sebagai suatu identitas seksual; seks bebas yang “aman”; dan info tentang berbagai penyakit menular seksual serta cara pencegahannya (Budiharsana, 2002).
Soal “seks aman”, dalam KRR digagas konsep ABCD (Budiharsana, 2004). A: abstinence, yaitu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks, B: be faithfull atau setia pada pasangan, C: condom, yaitu pakai kondom biar nggak kena penyakit menular dan nggak hamil.
Konsep ABCD diartikan, kalo remaja mau sehat kespronya, jangan nge-seks. Tapi kalo nggak kuat nahan nafsu juga, boleh nge-seks asal dengan pasangan setia (pastinya bukan pasangan nikah, karena nikah dini dianggap buruk oleh KRR). Kalo nggak bisa setia gimana? Tenang, pakai aja kondom, dijamin aman nggak bakal hamil dan tertular pengakit menular seks.
Faktanya, dari ABCD itu, konsep C paling gencar dipromosikan. Sejak dicanangkan 100% kondom oleh KPAI, kondom dan alat kontrasepsi lain makin mudah didapat di toko-toko obat dan apotik dengan harga murah (Rini, Susrini dan Waraharini, 2008). Bahkan pernah setelah diberi pendidikan seks di suatu fakultas kesehatan masyarakat di salah satu PTN ternama di negeri ini, dibagikan kondom pada mahasiswanya. Di berbagai kota juga ada ATM kondom aneka rasa. Selain itu, juga dibagikan di mal-mal dan disediakan di laci-laci kamar hotel. Jelas, ini upata menjerumuskan masyarakat pada seks bebas.
Konsep berikutnya yang digagas KRR adalah “aborsi aman”. Artinya, kalo seks bebas berakibat KTD, remaja berhak aborsi demi terwujudnya mental yang sehat, sebagaimana definisi sehat reproduksi ala ICPD. Maka remaja difasilitasi untuk mengakhiri hasil perzinahannya itu dengan aborsi yang “aman”.
Praktik aborsi kerap dikaburkan dengan istilah induksi kehamilan. Padahal yang dimaksud adalah abortion provokatus criminalis, aborsi yang terkategori kriminal. Saat aborsi itu, pasangan zinah kerap mengisi formulir persetujuan dengan mengaku-aku suami istri. Seperti di salah satu klinik aborsi di Jakarta (htt://effect matrix.com). Ini menjadi dalih pejuang proaborsi bahwa pelaku aborsi kebanyakan pasangan nikah, akibat gagal KB atau alasan lain. Makanya, diupayakan agar aborsi dilegalkan melalui amandemen UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Meski upaya ini belum gol, tapi aborsi diam-diam diwujudkan melalui rencana strategis Keluarga Berencana Internasional (IPPF). Berdasarkan catatan tahun 2005, PKBI telah mendirikan sembilan klinik kespro terpadu dan 40 klinik sederhana yang tersebar di lebih dari 25 provinsi di Indonesia. Selain itu PKBI juga memiliki pusat pelayanan sahabat remaja di beberapa provinsi di Indonesia (BPFA, 2005).
Untuk melatih keterampilan aborsi “aman” buat para medis, udah diuji coba penggunaan AVM (Aspirasi Vakum Manual) di beberapa sentra pendidikan kebidanan, puskesmas-puskesmas dan praktik aborsi di 8 rumah sakit pendidikan di Indonesia (Kesuma, 2004). Walhasil, kalo aborsi dibolehkan, remaja makin santai melakukan seks bebas. Termasuk seks dengan sejenis yang menurut versi KRR ala ICDP dianggap sebagai identitas seksual, bukan kelainan yang harus dikutuk.
Selanjutnya, kalo dicermati, isi dan ilustrasi KRR nggak beda sama tayangan porno. Nggak layak dijelaskan pada remaja SMP-SMA dan seusianya yang belum married. Wajar kalo ada yang komentar “ini sama saja menyuruh remaja berseks bebas”. Ya, bagi remaja normal, setelah mendapat penjelasan KRR dijamin bakal terbentuk persepsi seksual yang justru merangsang nafsu seksnya (sexual disire).
Apalagi, saat ini remaja dipapari berbagai fakta seksual yang memudahkan bangkitnya syahwat. Seperti perempuan berpakaian minim; adegan mesum; konten porno di majalah, koran, buku-buku, video, game, handphone, acara TV dan film. Termasuk internet, remaja mana saja mudah mengakses gambar-gambar panas. Hasrat seksual remaja pun nggak terbendung. Apalagi lingkungan mendukung remaja buat melampiaskan hasrat seksnya yang kadung bergelora. Seperti di rumah (saat ortu nggak ada), di kost, tempat hiburan, hotel, dalam mobil bahkan di kampus atau kelas (http://varfin.wordpress.com/2008/06/12).
Liberalisasi seks makin merebak, ketika pemenuhan seks yang halal dihalang-halangai, bahkan ditutup. Misal mencap pernikahan usia muda yang disunahkan dengan citra negatif karena dituduh membahayakan kesehatan (penyebab kanker serviks), melanggar hak anak, mengakibatkan penderitaan, kemelaratan, menurunkan kualitas remaja dan masa depan remaja nggak menentu. Lalu dipopulerkan istilah mematangkan usia nikah. Bahkan dalam KRR ICPD larangan nikah dini mendapat porsi khusus (Triyulianti, 2009; Halijah, 2008). Walhasil, remaja digiring untuk lebih memilih seks bebas daripada nikah dini.
Kesimpulan dari semua itu, gagasan dan tindak aksi KRR-ICPD hanyalah mengeksiskan liberalisasi seks (Gambar 1).
Agenda Genocide
Lebih dari itu, KRR ala ICPD sejatinya bentuk pembunuhan massal (genocide) terhadap umat manusia, dengan sasaran utama kaum muslimin. KRR alat efektif untuk mengontrol populasi penduduk muslim. Kontrol itu dilakukan sejak usia remaja, di mana muslim dicegah kelahirannya melalui aborsi, pemandulan dan perusakan alat reproduksi remaja. Kok bisa? Begini ceritanya!
Seks bebas yang berisiko KTD menyebabkan 7 juta janin dibunuh tiap tahun, seperti udah dijelasin di atas. Artinya, 7 juta calon generasi penerus tak diberi kesempatan hidup, bahkan sudah dibunuh sejak dalam kandungan.
Sementara itu, pelaku aborsi berisiko mandul. Bahkan pada aborsi provocatus criminalis, risiko ini lebih tinggi (Lawson, Atrah, Shulman, dan Ramick, 1987). Jadi, aborsi aman hanyalah mitos. Sebab, uterus (rahim) rentan terhadap tindakan aborsi, seperti perforasi (sobeknya) dinding rahim yang kejadiannya cukup tinggi (74,2%), terutama pada tindakan aborsi kehamilan 8 minggu (Lauersen dan Birnbaum, 1973).
Pada komplikasi lanjut (“late complication”), trauma pada ostium uteri internum dapat menyebabkan terjadinya incompetentia cervicalis. Akibatnya, kehamilan selanjutnya cenderung keguguran (Lash, 1974). Komplikasi berupa infertilitas, gangguan haid juga sering dilaporkan pada tindakan aborsi dengan “suction curettage” (Van der Vlugt dan Piotrow, 1973). Dan pada suatu penelitian di Kenya, tindakan aborsi provokatus kriminalis terbukti mengakibatkan peningkatan resiko infertilitas hampir dua kali lipat (Okomu, Kamau, dan Rogo, 1990).
Jadi, kalo tiap tahun ada 7 juta janin diaborsi, berarti ada 7 juta remaja putri yang dirusak potensi berketurunannya karena risiko mandul. Kalo udah gitu, gimana diharapkan lahir generasi penerus? Ini jelas genocide yang direncanakan dengan cermat oleh Barat.
Belum lagi risiko gangguan mental pada remaja pelaku aborsi. Seperti trauma, gangguan kejiwaan, enggan menikah, atau kalaupun menikah mengalami frigiditas (“hilang” nafsu seksnya) sehingga perkawinan nggak bahagia dan terancam perceraian (Uddin et all, 2006).
Ditambah lagi risiko kematian di meja aborsi. Di Indonesia, setiap 1.000 aborsi, 5-6 remaja putri melayang nyawanya (Kusuma, 2004). Berdasar penelitian KPA pada 2008, 42.000 remaja putri pelaku seks bebas meregang nyawa akibat perbuatan maksiat itu. Dan kondisi ini dengan sendirinya semakin membunuh potensi berketurunan pada keluarga muslim.
Sementara itu, dimudahkannya akses terhadap alat kontrasepsi, membuat remaja makin merasa aman untuk ber-seks bebas. Padahal alat kontrasepsi itu menurunkan kesuburan, yaitu akibat penurunan fungsi ovarium, atrofi endometrium, hipertrofi otot uterus, perubahan fisiologis tuba, sekresi mukus serviks berkurang (Suherman, 1995).
Sejauh ini, diperkirakan ada 40% remaja putri yang menggunakan alat kontrasepsi untuk seks bebas. Kalo yang melakukan seks bebas 28 juta (berdasarkan perkiraan hasil survei KPA, 2008), maka ada 11,2 juta remaja yang telah menggunakan alat kontarsepsi. Bila ada 11,2 juta pula remaja putra yang melakukan seks bebas, maka total remaja yang menggunakan alat kontrasepsi 22,4 juta.
Nggak hanya itu, potensi berketurunan dikebiri dengan melarang pernikahan usia dini. Di antara melalui pembatasan usia minimal menikah dan melahirkan, yakni di atas usia 20 tahun dan berakhir pada usia 30 tahun. Tentu saja hal ini semakin mengurangi potensi berketurunan pada remaja muslim.
Genocide lebih efektif dengan menebar HIV/AIDS, yang menurut pengakuan para peneliti, penyakit ini sengaja dibuat untuk menghabisi komunitas tertentu (Cantwell, Horowitz, Douglass dan Graves, 2008). HIV/AIDS melumpuhkan sistem pertahanan tubuh yang berujung pada kematian. Memfasilitasi seks bebas –misal dengan konsep ABCD di atas dengan dalih aman dari HIV/ADIS-- sama saja menfasilitasi kematian.
Hingga 2007, pengidap HIV/AIDS mencapai 20 juta dan separonya remaja. Menurut Depkes, hingga September 2008, ditemukan 15.136 kasus AIDS, 54,3% adalah remaja. Di dunia, hingga 2007, HIV/AIDS mencapai 40 juta jiwa (CDC, 2007). Dengan demikian jelaslah, KRR-ICPD hanya membuat target genocide penduduk Indonesia (baca:muslim) lebih cepat tercapai (Gambar 2).
Terkait agenda genocide kaum muslimin, sebuah dokumen rahasia pemerintah AS, National Security Study Memorandum 200, 1974 (NSSM, 200) yang dikeluarkan empat bulan pasca ICPD ke 3. Dokumen ini menggambarkan dengan jelas kebencian dan rencana AS untuk menghabisi kaum muslimin, yaitu apa yang mereka sebut problem kelebihan penduduk dunia (overpopulation), “musuh” yang mengancam kemanan nasionalnya.
Lengkapnya dokumen NSSM 200 sebagai berikut: Depopulasi harus menjadi prioritas tertinggi politik luar negeri AS terhadap negara-negara dunia ke 3. Pengurangan penduduk di negara-negara ini adalah persoalan keamanan nasional AS yang vital. Ekonomi AS akan membutuhkan berbagai mineral dalam jumlah besar dan terus meningkat dari luar negeri, khususnya dari negara-negara kurang maju. Kenyataan ini menjadikan AS sangat berkepentingan dengan stabilitas politik, ekonomi dan social Negara-negara penyuplai (Emerging Viruses, hlm.572) (Cantwell, Horowitz , Duglass, et all, 2009).
Nah, dokumen ini menyebut Indonesia sebagai salah satu dari 13 negara target utama politik depopulasi Amerika (www.hli.org/nssm_200_exposed.html). Dan aborsi menjadi suatu teknik depopulasi penting dan menjadi perbicangan khusus pada beberapa pertemuan kependudukan dan lingkungan.
Seperti konferensi kependudukan di Mexico 1984, UN Conference on Environment and Development di Rie De Janeiro Juni 1992, ICPD di Kairo September 1994, Summit for Social Development di Kopenhagen Maret 1995, World Confrence on Women di Beijing September 1995 (Tatad, 2008).
Jelaslah, KRR agenda imperialisme Barat, karena produk ICPD. Untuk itu AS telah menggelontorkan dana yang tidak sedikit (Tatad, 2008). USAIDS menyatakan, 1965-1974, AS menetapkan dana US$ 625 juta untuk kepentingan kontrol populasi, dan pada 1968-1995 sejumlah US$ 1,5 miliar. Diantaranya untuk membeli, menguji dan mendistribusikan alat kontrasepsi, berupa 10, 5 juta kondom, 2 juta pil aborsi, lebih dari 73 juta IUD, lebih ada 116 juta tablet vaginal foaming (Tatad, 2008).
Semua bantuan itu ditujukan buat negara-negara yang dinamakannya LCDs (Least Developed Countries) (baca:negeri-negeri muslim). Bantuan itu diantaranya disalurkan melalui UNFPA, WHO, UNICEF, ILO, UNESCO,World Bank, ADB. Dan individu yang menjadi donor antara lain Bill gate, Ted Turner, Warren Buffet, dan Georg Soros (Tatad, 2008). Di Kairo saat KRR lahir, disepakati bantuan untuk kespro sebesar US$17 milyar pada 2000; US$ 18,5 miliar untuk 2005; US$ 20,5 miliar pada 2010; dan US$ 21,7 miliar untuk 2015 (Tatad, 2008).
Mengikis Aqidah dan Menyerang Syariat
Konsep Kespro berikut KRR terpancar dari pandangan hidup liberal/sekuler. Dalam pandangan ini kespro didefinisikan sebagai suatu keadaan utuh kesejahteraan fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan. Artinya, agar mental dan sosial “sehat”, bila seseorang ingin seks harus difasilitasi. Bila terjadi KTD dan pengin aborsi, harus difasilitasi pula. Ini sebenarnya nggak logis, karena persoalan kespro seperti KTD, aborsi, mewabahnya HIV/AIDS dan kanker serviks justru bersumber dari perbuatan maksiat itu.
Lagipula, pandangan itu bertentangan dengan aqidah Islam. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT, dan diciptakan ke dunia ini bukan untuk mengikuti kemauan hawa nafsunya, tapi untuk ibadah pada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam QS 51:56, yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Jadi, setiap aktivitas manusia wajib terikat pada syariat Allah SWT, bukan pada hawa nafsu.
Selain itu, pesan-pesan KRR seperti info tentang seks dan seksualitas, seks “aman” (baca: seks bebas) dengan alat kontrasepsi dan aborsi “aman” sama saja mendorong remaja untuk melepaskan diri dari aqidah Islam. Karena kata-kata “aman” cenderung dimakanai dengan persepsi boleh. Akhirnya jutaan remaja terjerumus dalam kehidupan penuh syahwat. Hal ini jelas bertentangan dengan aqidah Islam, karena semua perbuatan itu diharamkan Allah swt.
Konten KRR juga sarat dengan kebencian terhadap syariat Islam. Bahkan syariat Islam harus disingkirkan demi terwujudnya kespro ala ICPD. Seperti memberikan citra positif (baik) terhadap perbuatan zinah, aborsi, homoseks dan lesbianisme. Sebaliknya, memberikan citra negatif (buruk) dan mengkriminalkan perbuatan yang diridhoi Allah SWT, seperti pernikahan dini, sunat perempuan dan poligami.
Istilah “seks aman” sebagai pengganti “zinah aman” berupaya mengubah persepsi remaja bahwa zinah itu perbuatan terkutuk dan diharamkan Allah swt. Sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam QS 17:32, yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
Pengakuan terhadap hubungan sejenis (homo, lesbi) jelas merupakan serangan terhadap syariat Allah. Karena Allah SWT dengan jelas mengharamkannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS 7:80-81, yang artinya “Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia Berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"
Demikian pula klaim aborsi “aman”, nggak realistis. Nggak ada aborsi aman, semua berisiko. Lagipula, tindakan membunuh janin ini juga diharamkan Allah SWT sesuai firman-Nya dalam QS 6:151, yang artinya “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”
Sementara itu, nikah dini yang dituduh pemicu kanker serviks, terbukti hanya hipotesis nggak mendasar. Faktanya kanker serviks terjadi bila seseorang terpapar virus HPV (strain 16 dan 18 yang bersifat ongkogenik) secara persisten. Dan hal ini hanya mungkin terjadi bila hubungan seksual dilakukan gonta-ganti pasangan (seks bebas) (Moscicki, 2005).
Larangan nikah dini dengan dalih membahayakan kesehatan ibu dan janin karena organ reproduksi belum matang juga hipotesa asal-asalan. Karena, haidh adalah bukti organ reproduksi udah matang baik secara fisiologis maupun anatomis (Ganong, 1994). Larangan nikah dini dengan dalih belum siap emosi, sebenarnya sama saja membenarkan kegagalan pendidikan sekuler yang telah gagal mematangkan emosi remaja pada usianya. Namun ironisnya, mereka menolak penerapan sistem pendidikan Islam yang mampu mematangkan emosi remaja pada waktu yang seharusnya, yaitu pada usia baligh (ditandai dengan haid pada cewek).
Kriminalisasi sunat perempuan dengan alasan kekerasan terhadap perempuan dan membahayakan kesehatan reproduksi perempuan adalah alasan yang tidak berdasar. Alasan ini tertolak baik dari segi medis maupun syariat.
Dari ummi Athiyyah di riwayatkan bahwa di Madinah terdapat seorang perempuan tukang sunat/khitan, lalu Rasulullah saw bersabda kepada perempuan tersebut:”Janganlah berlebihan, sesungguh hal itu lebih baik/disukai bagi perempuan dan lebih disenangi oleh laki-laki”.
Faktanya, sunat perempuan sesuai tuntunan syariah Islam udah dilakukan di negeri-negeri muslim selama berabad-abad. Jutaan, bahkan ratusan juta anak-anak wanita muslim yang disunat nggak mengalami problem kesehatan. Bukankah ini bukti epidemiologi yang terbantahkan? Bahkan sebagian ahli berpendapat sunat perempuan memberikan manfaat terhadap kesehatan. Diantaranya melancarkan peredaran darah (Dawson, Missouri, 1915).
Sementara itu, pada situs http://www.minggupagi.com/article.php?sid=6691
URL-On line Minggu 9 Agustus 2003, Topik No 19 Th 56, dr. Priyadi SpK mengungkapkan temuan para peneliti dari Boston University School of Medicine tentang maslahat sunat perempuan dan pencapaian orgasme. Ia juga mengungkapkan sunat perempuan dilakukan dengan cara membelah clotoral hood atau kulit penutup klitoris, karena dibawah kulit ini seringkali sisa-sisa air seni terperangkap. Selain mengurangi kenikmatan saat berhubungan seks, residu itu dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Anehnya fakta ini nggak pernah dibahas. Yang diblow up oleh pengusung ideologi kebebasan, sunat yang dilakukan secara primitive, yang nggak sesuai tuntunan Rasulullah Saw.
Agenda Imperialisme
Konsep Kespro berikut KRR nyata-nyata bertentangan dengan Islam. Lantas mengapa Indonesia sebagai negeri muslim terbesar mau mengimplementasikannya? Mengapa Barat masih memaksakan gagasan itu ke tengah-tengah kaum muslimin? Inilah bukti nyata agenda penjajahan Barat terhadap generasi muslim sebagai upaya menekan laju kebangkitan Islam.
Allah SWT telah mengingatkan kita dalam Al-Qurannul Kariim, yang artinya “Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela, sehingga kalian mengikuti jalan hidup mereka......”
KRR terus didesakkan sebagai kebijakan (baca: dipaksakan). Antara lain melalui revisi perundang-undangan, dijadikan bagian dari kurikulum pendidikan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi; diadopsi menjadi bagian dari organ BKKBN dan Depkes; sosialisasi program melalui LSM dalam dan luar negeri.
KRR mengekalkan hegemoni AS dan sekutunya terhadap kaum muslimin. Padahal Allah SWT dengan tegas menentang penjajahan atas kaum muslimin. Firman-Nya dalam QS 4:141, yang artinya, “Allah SWT sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang mukmin”.
Setidaknya ada dua hal yang membuat KRR tetap menjajah remaja muslim. Pertama, karena kita hidup dalam sistem kehidupan sekuler kapitalistik, yaitu sistem tempat hidupnya imperialisme Barat. Kedua, karena adanya kekuatan politik global yang saat ini mendominasi dunia, yaitu AS, yang berupaya menjajah remaja muslim melalui agenda KRR.
Nah, upaya untuk mengenyahkan penjajahan terhadap remaja muslim melalui KRR haruslah dengan cara mensterilkan sistem kehidupan kita dari liberalisme dan sekulerisme. Harus ada perubahan sistem kehidupan sekuler yang menjadi tempat bercokolnya sang penjajah menjadi sistem kehidupan Islam yang berasal dari Allah swt, Zat Yang Maha Adil.
Bila sistem kehidupan Islam telah terwujud, ia akan tumbuh dan berkembang menjadi suatu kekuatan politik global, negara adi daya yang tak terkalahkan. Hanya kekuatan politik inilah mampu membebaskan negeri-negeri Islam dari segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan melalui KRR. Ini adalah pasti, karena Allah SWT telah menjanjikannya dalam QS 24:55, yang artinya:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia tela menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang talah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Upaya mewujudkan sistem kehidupan Islam ini adalah dengan membangun kekuatan politik Islam. Ini berarti mengubah komponen-kompenen penyusun masyarakat sekuler menjadi komponen penyusun masyarakat Islam. Yaitu mengubah pemikiran sekuler termasuk gagasan KRR dengan pemikiran bersumber dari aqidah Islam; merubah perasaan sekuler yang dengan perasaan yang bersumber dari aqidah Islam ; dan mencampakkan aturan hidupan buatan manusia yang berdasarkan asas manfaat sesaat dengan aturan hidup yang berasal dari al-Khalik (bersumber dari Al-quran dan As-sunnah).
Sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw, agar tujuan mewujudkan masyarakat Islam tercapai, perjuangan ini musti bersifat ideologis dan politis. Antara lain dengan memahamkan Islam kepada masyarakat sebagai jalan hidup, solusi satu-satunya bagi persoalan kehidupan manusia, termasuk dalam hal pemenuhan naluri seks.
Dan pada saat yang bersamaan Rasulullah juga membongkar makar-makar musuh-musuh Islam, sehingga masyarakat paham maksud sesungguhnya dari mereka. Terkait KRR, menjelaskan pada masyarakat ada agenda apa dibalik itu. Terutama pada remaja.
Remaja merupakan komunitas yang harus segera dicerahkan pemikiran dan perasaanya dengan Islam ideologi, dan hendaklah dipelihara agar ia senantiasa dalam pencerahan itu. Sebab merekalah target utama penjajahan kafir imperialis melalui KRR.
Ibarat kuman yang melumpuhkan sistem kekebalan tubuh, serangan KRR pada remaja muslim akan membinasakan aqidah generasi penerus. Karena itu sangat penting membasmi virus-virus pemikiran dan perasaan sekuler yang terlanjur diinfeksikan pada benak remaja muslim.
Selanjutnya, dengan mengkristalnya ideologi/aqidah Islam tersebut, remaja muslim akan memiliki imunitas yang tangguh untuk menghancurkan serangan musuh. Dan pada akhirnya mereka menjadi barisan penting dalam perjuangan melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Hanya saja aktivitas mencerahkan remaja muslim, melanjutkan kehidupan Islam jelas merupakan pekerjaan yang membutuhkan sinergi dari semua komponen umat. Sekali lagi ini adalah kewajiban kita semua, dan hendaklah kita semua berhati-hati dari melalaikan amanah sangat mulia ini.
Karena Rasulullah Saw pernah bersabda yang artinya “Demi Zat yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, kalian harus menyerukan kepada kemakrufan, dan mencegah dari kemungkaran, ataukah Allah swt akan menurunkan siksa dari sisi-Nya kepada kalian, sehingga ketika kalian berdo'a, Dia tidak akan mengabulkan do'a kalian” (HR. At-Tirmidzi dari Hudzaifah al-Yaman).
Remaja Sehat, Selamat Dunia-Akhirat
Berdasar logika aqidah Islam, yang nggak diragukan lagi kebenarannya, dan berdasar fakta-fakta yang nggak terbantahkan remaja bakal sehat bila berbagai kebutuhannya dipenuhi sesuai syariat (Rini, Susrini, Waraharini, dan Rosidati, 2009). Sebab, Rasulullah saw dengan risalah yang dibawanya hanya diutus Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Firman Allah SWT QS 21:107, yang artinya “Tidaklah Kami mengutusmu ya Muhammad melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam”. Rahmat adalah kesejahteraan dan kesehatan adalah salah unsur pokoknya.
Nah, terkait KRR, yang jadi topik perbincangan sebenarnya masalah pemunculan dan pemenuhan naluri seks yang menyalahi syariat. Hal ini mengakibatkan perilaku seks yang binal (seks bebas) mencengekram kehidupan masyarakat (remaja). Dan ini berujung pada peningkatan KTD, aborsi, berbagai persoalan kejiwaan, dan mewabahnya berbagai penyakit menular seksual, ini akibat dari sisi kesehatan (Gambar 4).
Makanya, agar pemunculan dan pemenuhan naluri seks menyehatkan, kudu diatur sesuai aturan dari Zat yang menciptakan naluri itu, yaitu Allah SWT. Tentu saja cuma dengan syariat Islam. Sebab, hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu hakikat naluri tersebut.
Berbeda dengan pandangan Barat, sesungguhnya naluri seks diciptakan Allah SWT untuk tujuan mulia, yaitu agar ras manusia lestari. Firman Allah SWT dalam QS 4:1, yang artinya “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Karena itu Allah SWT telah memberikan seperangkat aturan agar tujuan penciptaan naluri seks itu tercapai, yaitu dengan menjadikan perilaku seks sesuai ketentuan syariat. Diantaranya, Allah SWT mengharamkan mendekati zina, sebagaimana firman-Nya dalam QS17:32, yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
Perbuatan zina terkait erat dengan upaya pemenuhan naluri seks. Sementara naluri seks akan muncul dan menuntut pemenuhan bila terbentuk persepsi seksual. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya ”Zinanya mata melihat, zinanya telinga adalah mendengarkan...” Maka wajib dijauhi segala hal yang dapat menghadirkan persepsi seksual secara binal.
Penanaman dan pengokohan aqidah Islam salah satunya. Sehingga terbentuk persepsi yang benar tentang tujuan hidup (yaitu beribadah kepada Allah SWT), arti kebahagiaan yang sesungguhnya (yaitu meraih ridho Allah SWT). Selanjutnya akan malahirkan persepsi ketaatan dan ketundukan pada syariat Allah. Itulah yang bakal mencegah hadirnya persepsi kebebasan yang penuh syahwat dalam diri remaja muslim.
Upaya ini musti dimulai di rumah dan sejak dini. Namun pendidikan di rumah saja nggak cukup, bila nggak didukung pendidikan di tengah-tengah masyarakat dan sekolah. Disinilah peran penting sistem kehidupan Islam, yang menjadi wadah bagi sistem pendidikan Islam dan sistem penerangan Islam untuk membentuk perilaku seks bersyariat.
Aturan lain yang membuat remaja hidup dalam suasana terpelihara kesucian jiwanya dan persepsi seksual nggak muncul secara liar adalah Islam menjadikan aktivitas asal wanita di dalam rumah, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga; Islam memerintahkan menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan (QS 24:30-31); Islam mewajibkan laki-laki maupun perempuan untuk menutupi aurat (QS 24:31 dan 59:60). Pada dasarnya, kehidupan cowok dan cewek juga terpisah, nggak campur baru seperti aturan Barat sekuler.
Diharamkan pula berdua-duaan antara cowok dan cewek yang bukan mahrom. Rasulullah saw bersabda yang artinya “Janganlah sekali-kali seorang wanita dan pria berduaan kecuali bersamanya ada mahrom.”
Islam nggak pernah membenarkan segala hal yang menimbulkan kebinalan syahwat sebagai barang ekonomi. Islam mengharamkan NAPZA yang menjadi salah satu pintu terjerumusnya remaja ke dalam kebinalan syahwat.
Dan Islam mendorong menikah, sebagaimana firman Allah SWT dalam 24:32, yang artinya “Dan kawinkahlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memapukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Semua hal ini akan menutup segala celah hadirnya syahwat di tempat-tempat terlarang. Membuat naluri seks di kalangan remaja muncul dan dipenuhi dengan cara yang sehat, yaitu sesuai tuntunan syariat.
Sistem kehidupan Islam akan mendorong remaja muslim menikah di usia belia. Berdasarkan logika aqidah, karena menikah di usia belia adalah sunah, maka pasti menyehatkan. Lebih dari itu akan mendatangkan ridho Allah SWT.
Sementara itu, sistem kehidupan Islam yang mensejahterakan semua, memungkinkan remaja menikah usia muda. Baik dari segi kesiapan emosi, fisik dan sosial. Ini adalah suasana yang sangat kondusif untuk memperbanyak lahirnya generasi muslim, yang menjadi tujuan penciptaan naluri seks itu.
Karena segala pintu perzinahan dan seks bebas ditutup, KTD dan aborsi nggak bakal terjadi. Ini juga solusi mendasar agar PMS termasuk HIV/AIDS enyah dari remaja muslim.
Bersamaan dengan itu, Islam menjatuhkan hukum rajam sampai mati bagi pezina muhson, dan bagi ghairu muhson dicambuk. Hal ini dengan sendirinya bakal menguburkan sumber penularan dan wabah penyakit menular seksualpun dapat diatasi.
So, kembali pada sistem kehidupan Islam, bukan saja bikin remaja muslim terhindar dari seks bebas dan segala akibatnya (Gambar 7). Tapi juga mengoptimalkan potensi berketurunan, membuat remaja selamat dunia akhirat. Mereka bakal jadi generasi bintang, siap melanjutkan estafet perjuangan dan kepemimpinan.
Sistem kehidupan Islam, yakni Khilafah Islam, akan jadi kekuatan politik yang menaklukkan arogansi imperialisme Barat, yakni AS dan sekutunya. Termasuk membatalkan segala kesepakatan internasional yang bersifat menjajah kaum muslimin seperti KRR ala ICPD dan mematikan langkah para pendukung penjajah.
Itu karena Khilafah laksana perisai bagi kaum muslimin, yang akan melindungi kaum muslimin dari kejahatan musuh-musuh Allah dan Rasulnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, yang artinya “Sesungguhnya Imam/Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya “(HR Muslim).
Hadist ini sekaligus menunjukkan bahwa berjuang menghadirkan kembali Khilafah adalah kewajiban. Inilah jalan satu-satunya buat mewujudkan semua remaja sehat dan bermasa depan. Allahu A'lam.(*)
DAFTAR PUSTAKA.
1. Cantwell, A., Horowitz L., Douglass, W., Graves, B., dan Said A. 2009. Bom Aids.
Ancaman Senjata Biologi Yang Tidak Disadari. Yayasan Nurani. Semarang. 2008.
2. The Alan Guttmacher Institute 1999. Sharing responsibility. Women, society and abortion worldwide. The Alan Gutmacher Institute, New York.
3. Matthew JB t.t. “Complications of Legal Abortion: A Perspectife from Private Practice” dalam New Perspective on Human Abortion.
4. Watson RA t.t “Urologic Complication of Lagal Abortion” dalam New Perspective on Human Abortion.
5. Uddin, J., Muzhar, H. A., Yanggo, H. T., Anwar, S., Nasution, K., Shiddiq A., Yunus R., Cawidu H. 2006. Reinterpretasi Hukum Islam Tentang Aborsi. Universitas Yarsi. Jakarta.
6. Suherman, S. K. Adrenokortokotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetis dan Antagonisnya. dalam Ganiswarna S. G (ed). Farmakologi dan Terapi. Ed4th. FK UI. Jakarta. 2004.
7. Syarief, S. Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Program KB Nasional. Tantangan dan Peluang. BKKBN. Jakarta. 2009 (makalah).
8. Okumu CV, Kamau RK, Rogo KO. Past reproductive and sexual charateristict of women with tubal infertility at Kenyatta National Hospital. East Afr Med J. 1990; 67:864-872.
9. Depkes. 2003. Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia. 2003. Depkes. Jakarta.
10. Al-Wakil, Muhammad Sayyid. Wajah Dunia Islam. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 1998.310
11. Suara Karya, 6 Februari 20009. Pergaulan Remaja Makin Mengkhawatirkan ).
(hhttp://varfin.wordpress.com/2008/06/12). /tempat-tempat-yang-bisanya-dijadikan- remaja-dan-mahasiswa-untuk-melakukan-hubungan-seks/.
12. Abdurrrahman, H. Diskursus Islam Politik Spiritual. Al Azhar. Bogor. 2007.
13. Tatad, Franscisco S. Procreative Rights and Reproductive Wrongs. CBCP. Monitor. Vol 22. No 22. Okt 27- Nov 9, 2008.
14. Rini, Susrini, Waraharini,, dan Rosidati. Sehat Seutuhnya Untuk Semua. ForMI-t. Jakarta. 2009.
15. Dawson B. E dan Missouri, K. C. Circumcision in the female its necessary and haw to perform it. American Journal of Clinical Medicine, Vol 22, no 6. 520-523. Juni. 1915.
16. Yasin, H. Kesehatan Reproduksi Remaja. Handout. 2008
17. Fatullah, A. L. Fiqh Khitan Perempuan. Al Mughni Press. Jakarta. 2006.
18. Forum NGO Indonesia untuk BPFA+10. Laporan NGO Tentang Pelaksanaan Landasan Aksi Beijing 1995-2005. Forum NGO Indonesia untuk BPFA+10. Jakarta. 2005.
19. Hizbut Tahrir. Ajhizah Daulatulkhilafah. Fikrul Mustanir. Bogor. 2005
Dikeluarkan Oleh: Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia 2009
Konsultan Pendidikan Anak, Remaja dan Keluarga. Mitra Mewujudkan Profil Muslimah Mulia: Istri Sholihah, Ibu Pencetak Generasi Berkualitas dan Pejuang Islam
Tempat berbagi
informasi, pemikiran, kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,
pendidikan anak, remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....
Selamat Berlayar..........
informasi, pemikiran, kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,
pendidikan anak, remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....
Selamat Berlayar..........
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sepintas saya membaca data yang disampaikan bunda Faiz betul, angka penyimpangan sexual sejak 14 tahun pelaksanaan KRR meningkat tajam , data 1992 dibanding data 2008.
BalasHapusDari perpektif saya itu bukan mutlak akibat di implementasikanya KRR lantas penyimpangan meningkat, namun banyak varibel lain yang mempengeruhi peningkatan tersebut. misalnya perubahan situasi sosial masy. yg terjadi sejak era reformasi, kebebasan pers, kemajuan teknologi --akses internet.
Justru saya melihat dengan memberikan informasi KRR terarah dan proporsional di sekolah bisa mencegah pencarian informasi oleh remaja ke situs/orang yang tidak tepat.
Yach..tak pelak lagi jika dikatakan informasi dikatakan pedang bermata dua, semakin tahu semakin mengerti bagaimana menghindari atau justru semakin mengerti cara melakukan.
Justru peran pendidikan agama yang menjadi tertantang. Ilmu tanpa iman akan buta, dan sebaliknya iman tanpa ilmu lumpuh...
mahon maaf jika perpektif saya sedikit berbeda.
Saya sangat setuju, bahwa peningkatan penyimpangan seksual remaja bukanlah semata-mata karena dilakukannya pendidikan KRR pada remaja. Dan saya juga setuju bahwa remaja memang memerlukan informasi tentang kesehatan reproduksi mereka, tentu saja informasi yang benar. Tulisan di atas -meski bukan tulisan saya sendiri- saya kira justru hendak menunjukkan bahwa Pendidikan KRR yang kita derivasi dari kesepakatan ICPD, yang hanya menekankan konten pemberian pilihan 'ABCD' kepada remaja, sinergis dengan atmosfer kehidupan saat ini yang semakin sekuleristik dan hedonistik terbukti tidak malah mencegah remaja dari melakukan penyimpangan perilaku seksual, malah menimbulkan masalah baru. Yakni mereka merasa telah mengikuti arahan KRR untuk mewujudkan perilaku seks yang 'aman' (tidak sampai hamil yang tidak diinginkan) dan 'sehat' (tidak tertular PMS), dengan menggunakan kondom ketika melakukan seks bebas, padahal jelas-jelas yang mereka lakukan adalah haram/tidak benar. Dan sebenarnya justru perilaku yang tidak benar itulah awal permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini. Sehingga sudah saatnya kita memberikan pendidikan KRR kepada remaja kita dengan konten yang benar, yaitu yang kita derivasi dari pemahaman agama Islam, dan bukannya justru konsep KRR yang kita derivasi dari prinsip meminggirkan agama dari kehidupan (sekulerime) dan menjadikan kebebasan individu sebagai nilai utama bahkan di atas ajaran agama (liberalisme). Wallahu A'lam.
BalasHapus