Tempat berbagi
informasi, pemikiran,
kisah, artikel, tips, pengalaman, dan ilmu
berkaitan dengan
dunia medis, intelektual, dakwah, perempuan,

pendidikan anak,
remaja, keluarga dan generasi, juga sesekali barang jualan.....

Selamat Berlayar..........

Sabtu, 28 Maret 2009

PEREMPUAN HARUS CERDAS POLITIK !!

PEREMPUAN HARUS CERDAS POLITIK !!
Faizatul Rosyidah


“Wanita adalah tiang negara, kalau wanitanya baik, maka akan baiklah negara. Dan kalau wanitanya rusak, niscaya akan rusak pulalah negara”. Begitu kata sebuah hadits.
Di Indonesia sendiri kaum wanita/perempuan adalah sekitar 51% dari total penduduk di negeri ini. Namun sangat disayangkan jumlah yang besar itu tidak korelatif dengan besar peran yang sudah mereka mainkan. Faktanya para perempuan di negeri ini justru sedang menghadapi keterpurukan yang luar biasa (tanpa menafikan bahwa secara umum bangsa ini memang terpuruk). Rendahnya tingkat pendidikan, angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, angka perkosaaan atau pelecehan seksual yang semakin meningkat, kasus-kasus kekerasan dalam RT atau kehidupan umum, diskriminasi dalam dunia pendidikan dan kerja, adalah sedikit dari sekian banyak masalah yang seringkali disebut-sebut sedang dihadapi oleh para perempuan. Persoalan-persoalan tersebut menjadi semakin berkembang dan memburuk karena pihak-pihak yang sebenarnya memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengurusi dan menyelesaikannya (terutama sekali penguasa) justru terkesan lepas tangan dan mencoba melemparkan tanggung jawab pengurusan/pengaturan itu pada pihak lain. Sayangnya, tidak sedikit dar kalangan perempuan yang masih belum ‘terbuka matanya’ untuk bisa melihat bahwa mereka sedang diabaikan urusannya dan didzalimi hak-haknya. Sehingga tidaklah aneh kalau kemudian banyak dari para perempuan sendiri yang tenang-tenang saja saat hak-haknya tidak dipenuhi oleh penguasa.
Sementara itu di sisi lain, suara dan keberadaan perempuan justru malah sering dijadikan legitimasi kekuasaan yang kemudian malah mandzalimi mereka. Tengok saja pada masa pemilu kali ini. Jumlah pemilih perempuan adalah sekitar 57% dari total pemilih. Sebuah jumlah yang cukup besar untuk diabaikan atau disia-siakan. Tak ayal, menjelang pemilu tiba berlomba-lombalah partai politik berupaya menunjukkan diri sebagai parpol yang paling peduli dengan nasib perempuan dan akan memperjuangkan hak-hak perempuan. Beragam perhatian pun dicurahkan parpol ke para perempuan ini. Mulai dari mengusung dan mempropagandakan isu-isu keadilan gender (dalam tataran ide), hingga berbagai langkah praktis seperti bagi-bagi sembako, pengobatan gratis, pendidikan kesehatan reproduksi, pemeriksaan pap smear dan sejenisnya pun digelar. Tujuannya satu, agar suara perempuan bisa mereka dulang.

Namun apa yang terjadi setelah pemilu, setelah paprol-parpol itu sampai pada tujuannya (kursi kekuasaan?) Mereka kembali abai dengan nasib perempuan. Dan para perempuan sendiri? Mereka seakan tidak memiliki alternatif lain dalam peran politiknya kecuali menunggu pemilu tahun berikutnya untuk memilih partai lain yang lebih aspiratif. Inilah cermin kesadaran politik perempuan yang masih rendah.
Lantas apa yang harus para perempuan lakukan?? Jawabannya satu, sudah saatnya para perempuan harus menjadi perempuan-perempuan yang sadar dan cerdas politik!! Memiliki kesadaran politik bukan berarti perempuan harus terlibat dalam politik yang berarti harus ikut-ikutan ‘melakukan upaya perebutan kekuasaan’ sebagaimana makna politik yang lazim dipahami saat ini. Dengan definisi politik seperti ini (yakni jalan menuju kekuasaan), maka perempuan hanya akan dianggap memiliki peran politik bila ia sedang menuju kepada atau sedang memegang jabatan kekuasaan tertentu (seperti menjadi anggota/pengurus partai politik, menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat, atau duduk dalam jabatan eksekutif pemerintahan). Di luar itu dianggap bukan peran politik. Pandangan seperti ini haruslah direvisi.
Karena politik dalam arti yang sebenarnya adalah bagaimana memelihara dan mengatur seluruh urusan rakyat. baik di dalam maupun di luar negeri. Pengurusan ini mencakup pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup rakyat, penunaian hak-hak rakyat sehingga rakyat mendapatkan seluruh kemaslahatannya. Secara praktis, pengurusan ini memang dilakukan secara langsung oleh pemerintah (penguasa). Sekalipun demikian, tidak berarti politik hanya menjadi aktivitas penguasa. Akan tetapi semua aktivitas yang dilakukan, baik oleh individu (termasuk perempuan), partai politik atau majelis rakyat (lembaga perwakilan rakyat yang bertugas memberi pendapat dan nasihat kepada penguasa) yang bertujuan menjaga agar penguasa menunaikan tugasnya dengan baik, adalah juga aktivitas politik. Begitu pula upaya pembinaan yang dilakukan agar rakyat (termasuk perempuan) mengerti akan kemaslahatan/hak-hak yang seharusnya dia terima dari penguasanya sehingga mereka mampu menasihati penguasa tersebut ketika mengabaikannya, atau aktivitas dalam membina kader-kader yang sanggup diserahi urusan rakyat dalam posisi-posisi kekuasaan, semuanya sebenarnya adalah aktivitas politik.
Sehingga sebenarnya ada banyak peran politis yang bisa dimainkan oleh seorang perempuan. Apakah dia seorang mahasiswa, ibu rumah tangga, seorang profesional, aktivis ormas/parpol, tinggal di kota ataupun di desa, semuanya bisa menjadi seorang perempuan yang memainkan peran politisnya. Hanya saja, untuk bisa melaksanakan peran politisnya tersebut, maka seorang perempuan harus sadar politik terlebih dahulu. Dikatakan seorang perempuan memiliki kesadaran politik, adalah ketika dia memiliki kesadaran akan bagaimana seharusnya urusannya (sebagai bagian dari urusan rakyatnya) diatur dan dipelihara. Kesadaran ini tentu saja hanya akan lahir dari suatu pemahaman akan nilai-nilai, dan standard-standard tertentu yang akan digunakan sebagai patokan dalam pengurusan tadi. Kesadaran politik inilah yang akan mendorong seorang perempuan untuk berbuat sesuatu saat ia melihat hal-hal yang melenceng dari koridor pengaturan urusan rakyat yang seharusnya. Bila seorang perempuan mampu menganalisis dan merumuskan dengan tepat sikap dan tindakan apa yang harus dilakukannya untuk meluruskan kembali penyimpangan tadi maka ia akan menjadi seorang perempuan yang cerdas politik.
Para perempuan mau tidak mau memang harus cerdas politik, Bukan karena dorongan aktualisasi diri atau sekedar untuk memperjuangkan kepentingan perempuan saja. Lebih dari itu, karena perempuan (sebagai bagian integral dari masyarakat) juga mengemban kewajiban untuk melakukan koreksi dan kontrol terhadap penguasanya sebagaimana mitranya (para lelaki). Bagaimana para perempuan dapat melakukan koreksi, bila mereka tidak tahu apa dan bagaimana hukum yang harus diterapkan oleh penguasa, apa hak-hak mereka yang harus dipenuhi oleh negara, dan bagaimana pemenuhannya ?
Begitu pula, para perempuan memiliki kewajiban untuk melakukan koreksi terhadap parpol dan ormas yang ada. Bagaimanapun, parpol dan ormas adalah representasi dari rakyat, termasuk para perempuan. Dan umumnya, para pemimpin lahir dari sana. Dengan demikian bila parpol dan ormas tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya, atau menyimpang dari nilai-nilai kebenaran yang seharusnya dipegang dan diperjuangkannya, para perempuan harus melakukan koreksi.
Kelak, kesadaran dan kecerdasan politik yang dimiliki oleh seorang perempuan ini, tidak akan menjadi sesuatu yang bisa disimpannya dalam hati saja. Akan tetapi, ibarat api, kesadaran dan kecerdasan ini akan membakar semangat perjuangan pada diri pemiliknya, sehingga pemiliknya akan terus berjuang menghidupkan api kesadaran dan kecerdasan ini pada orang lain, termasuk pada sesama kaum perempuan.
Tidak bisa dipungkiri, dengan peran strategisnya dalam perjuangan rakyat/bangsa, pendidikan politik bagi perempuan agar mereka menjadi perempuan yang sadar politik dan cerdas politik menjadi amat penting, Pendidikan politik ini, selain meningkatkan kecerdasan politik perempuan juga berarti mencerdaskan generasi yang mereka cetak. Demikian juga diharapkan dengan pendidikan politik bagi perempuan, mereka dapat berperan lebih besar dalam memperjuangkan kepentingan para perempuan dan masyarakat keseluruhan dengan tepat. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar